Friday, March 24, 2006

Barbarella ? Who?

Image hosting by Photobucket

Who Give up the pill ? Who take sex to outer space? Whos' the girl of 21st century? Who nearly dies of pleasures? Who seduces an angel? Who conveys love by hand? and ....Who strips in Space?

Tagline yang tertera dalam poster Barbarella, salah satu film terburuk era 60's yang beberapa kritisi ogah untuk mengakui sebagai salah satu wujud eksistensi terbaik film Cult. Bukan terbaik, tetapi terpopuler.

Apakah trend di waktu itu dan sekarang, menjadi anggapan sebagai epitome dari pop Art merasuk dalam konteks generasi eklektik saat ini. Jijay dan norak tapi keren untuk diungkap?, karena Bule, atau malah jadi identitas Local Freak untuk dicantumkan dalam wilayah indonesia, untuk mengacu pada majalah Aktuil*?

Persis judul berita POS KOTA.

Oke, saya tertarik dengan tagline tersebut yang merepresentasikan tema tentang kedalaman makna tubuh sebagai komoditas industri. Sexual oriented dalam konteks Glamour, Kitcsh (dangkal) dan murahan. Pertanyaan dan pernyataan retorik.

Sejalan dengan konsep murah dan hedon, saat itu, mungkin secara kritis kita melihat ada masa sebuah kebudayaan massal yang ternyata bangkit lagi saat ini sebagai acuan form dan visual. Murahan, norak dan bebas dalam mengartikan warna. Saya tak bisa berkomentar tentang porno sebelum melihat bagaimana definisi pornonya suatu bentuk bisa difahami. Begitu halnya media, apakah yang berita murahan, sensasional dan seksi, kemudian serta merta diterapkan sebagai orientasi yang dijual dengan mengusung konsep sama seperti yang diterapkan dalam Barbarella tersebut?

Barbarella, cuma sebuah kasus yang terkenal dan dibakukan dalam ujud komoditas film. Sementara media, dan trend telah merasuk dalam wacana pucuk gunung es. Nampak hanya sensasi belaka, namun didalamnya menyimpan macam-macam konsepsi dan kepentingan yang lekat dengan arus mass media. Dan kepentingan budaya masyarakat modern. Media yang mudah dan lekat dengan kepentingan 'pemudahan' pemikiran masyarakat.

Harus selalu gampang dan tidak perlu berpikir rupanya untuk membaca suatu judul berita. Perputaran pola berpikir masyarakat selalu ada rupanya, di setiap jamannya, dan memang membutuhkan pola segar dan menjual sebagai ujud kedekatan yang merendahkan pola pemahaman dengan lebih mudah dan simpel. Gampang dan laku!, apalagi rada 'ngeres'**.

Saya pikir media massa seakan sudah tanpa permisi lagi menyajikan konsep murahan tersebut. Terkadang kita dianggap seperti daging sapi import yang tak pernah habis walau dicacah sekalipun. Dua sisi yang harus dijalani, bukan diprotes habis-habisan.

Saya pikir permasalahan belakangan ini karena ribut-ribut teu puguh***, akibat salah tafsir, terburu-buru pula.
--------------------------------
* Salah satu majalah musik terkenal di era 70-an, di pimpin oleh Remmy Silado. Yang merangkum hampir semua kisah dan pergerakan musik di tanah air. Kalau membaca sekarang, niscaya kita bakal terperanjat dengan banyaknya fashionista di masa itu. Dari Sabang sampai Merauke, pake korespondensi surat pula ! - sahabat pena.
** Sayang saya belum dapat hasil scan Tabloid Lipstick dan Exotica, nanti deh saya carikan lagi.
*** Nggak jelas (bahasa sunda).

Wednesday, March 15, 2006

TODAY a mad-dog slayer!

Image hosting by Photobucket

The Cry Baby Killer (1958)
Tagline: YESTERDAY a Teenage Rebel... TODAY a mad-dog slayer!

Terkadang saya lebih menyukai poster sebuah film dibandingkan filmnya sendiri. Bukan karena pecinta Cult Movies, tetapi poster film ini sudah saya modifikasi dan edit. Itu saja. Selebihnya jangan tanyakan saya, karena film ini tak saya ketahui siapa pemerannya kecuali Jack Nicholson dan low budget.

click here.

Saturday, March 04, 2006

Made In Heaven

Image hosting by Photobucket

"Made in Heaven" series of paintings, photos and sculptures, 1990-1991.

Jika Jeff Koons berani berkarya seperti ini, pastilah ada alasan kuat baginya untuk mencoba sikap sensasional sekaligus mematahkan tabu dan dilema moral dalam penyajian tema seks sebagai visual seni. Koons memang seringkali kontroversial dan dianggap sebagai genuine leader dalam controversial tradisi semenjak DADA, wuihhh ....

Saya yakin, Pornografi dan Seni disini adalah kabut tipis yang menyertai istilah deskripsi karena perupaan yang sangat berani (dari kacamata moral masyarakat) dan sangat standar (dari kacamata seni kontemporer). Koons selalu punya alasan kuat untuk menyertakan karyanya dalam Gallery, selain memang ini menjadi ujian kepekaan artistik seseorang, dengan makna yang sangat luas dibalik perupaannya yang menggunakan elemen seksualitas.

'Made In Heaven' ditampilkan di Indonesia? 'Pinkswing Park' jadi tak terasa.

Made in Heaven Image Gallery dan Jeff Koons - A Collection of Images

Seni memang mewadahi dirinya dalam wujud otonom. Saya yakin, Koons pasti akan dibui jika secara tak sengaja menaruh keryanya di luar area galeri, dalam jarak dekat sekalipun.

Friday, March 03, 2006

The Power of Love

Image hosting by Photobucket

LOVE(1966), Robert Indiana (b.1928)

Ke empat huruf, L O V E, dalam bentuk dalam termampatkan, kotak dan welding, masih menyisakan kepenasaran bagaimana gambar ini sangat terkenal di seluruh dunia.

Karya Robert Indiana ini, merupakan salah satu icon dari gerakan Pop yang terus diadaptasi sebagai bentuk semiotis, dalam melambangkan kata-kata LOVE itu sendiri. Simple, bold, iconic image, numbers dan jelas , merupakan salah satu bagian upaya dari Robert menterjemahkan konsep komunikasi massal. Selain itu penggunaan kata-kata yang singkat dan sederhana seperti EAT, HUG, LOVE dan lainnya merupakan konsep simplifikasi yang sangat dekat dengan komunikasi urban dan keseharian masyarakat modern.

Sebagai salah satu pionir dalam gerakan Pop, dia sendiri sering mendefinisikan simbol dan tanda sebagai identitas. ".. a tag with your name on it tells everyone that it is yours". Itulah secara prinsip, Indiana dan gerakan POP yang diusungnya telah bersusah payah mengorbankan entitas ujud anomali seni kedalam keseharian yang populis dan dekat dengan masyarakat sendiri.

Indiana telah terlambat untuk mengklaim visual itu sebagai hak ciptanya, akhirnya tak semua orang tahu siapa aktor perupa dibalik karya fenomenal ini. Semua orang menggunakannya, mengkutak-katiknya dan memparodikannya untuk kepentingan masing-masing, kedalam berbagai bahasa dunia, ke dalam tulisan, simbol, logo bahkan sampai cover album. Itulah resiko, populis merupakan bagian dari kebebasan untuk menerima sesuatu sebagai bagian dari masyarakat, tanpa mengindahkan siap sang penggagas.

Indiana saat ini sendiri telah pensiun dari kesenian dan hidup sebagai pertapa di Vinalhaven (tempat yang juga tidak dapat saya bayangkan dimana itu).

check here.

kilas balik : Eric the King

Image hosting by Photobucket

The Art of Game, Michael J. Browne, oil on canvas, 1997.

The Art of Game painting featuring: Eric Cantona, Phillip Neville, Gary Neville, David Beckham, Nicky Butt and Sir Alex Ferguson ( Manchester United).

Ternyata saat itu (1997), visual tentang mereka jauh lebih penting dari sosok saint atau visual tentang apostle sekalipun. :)