Monday, October 24, 2005

The Incredulity of Saint Thomas (Doubting Thomas)- 1599

Image hosted by Photobucket.com

Whoah ....sekali lagi saya mengulas tentang sepak terjang salah satu pendekar seni lukis Italia. yang di abad pencerahan, sukses menelurkan karya-karya dramatis dengan teknik lukisan chiaroscuro (kontas pewarnaan antara gelap dan terang) dan realistik yang shocking.

Michelangelo Merisi da Caravaggio (1573-1610).

Saya pribadi awalnya hanya mengenal karyanya yang saya paparkan disini, Doubting Thomas. Hanya itu dan itupun masih dalam buku yang sama, The Art Book dari Phaidon Press. Sama halnya saya mengenal sedikit sekali tentang sosok Rembrandt, berdasarkan kuas Rembrandt yang pernah saya pakai melukis cat air dengan hasil yang ...ah memalukan.

Doubting Thomas, berkisah tentang keraguan seorang St. Thomas atas sosok nyata seorang Yesus Kristus dan luka yang dialaminya pada bagian lambung kanannya, sesaat setelah crucifix (penyaliban). Komposisi jenius, pandangan seluruh sosok dalam lukisan yang mengarah pada gerakan jemari St. Thomas, yang menusuk, merasakan kedalam lubang di lambung Yesus, bekas luka akibat tusukan tombak salah seorang serdadu Romawi. Penggunaan realisme yang sangat hidup, vivid dan penolakan idealisasi gaya lukisan di jaman itu. Bagi saya, sensasi dalam reproduksi diatas kertas telah membawa nuansa yang mampu membuat saya merinding takjub, apalagi kalau sanggup melihat aslinya.



Caravaggio, memang sangat terkenal akan kebiasaanya menggunakan model saints dan apostle. Caravaggio secara nyata sudah membawa pengaruh revolusi dalam realisme dalam seni,sesuatu yang sudah sulit untuk dilihat saat ini. Berlanjut kedalam Realisme Baroque, Rococo, Klasik dan hingga kini, Surealisme Modern.

Ah.. bahkan sang priyayi Jawa, seniman lukis nyentrik, Raden Saleh Sjarif Bustaman mungkin termehek-mehek ketika bertualang di Eropa di tahun 18-andan terpengaruh oleh realisme yang berasal dari gaya seperti ini.

Hebat, 500 tahun lebih masih sanggup mencerap sensasi.

check it

Wednesday, October 12, 2005

Judith Slaying Holofernes

Image hosted by Photobucket.com

Saya sangat menyenangi sebuah karya yang terpampang dalam salah satu halaman di buku seni; "The Art Book", keluaran Phaidon. Karya itu berjudul "Judith Slaying Holofernes (1620)". Saya berpikir jika ini memang sebuah maha karya dari seorang pelukis wanita yang besar di era post-renaissance, yang saat itu didominasi pelukis pria, bagaimana dengan ketokohannya kaumnya sendiri, yang bisa dipastikan sangat sedikit diwaktu itu. Di mana hampir jarangnya dan sedikit sekali sejarah seni rupa mencatat karir seniman wanita. Perjalanan waktu dan sejarah seni rupa, kemudian telintas ratusan tahun sesudahnya, untuk menempuh perkembangan selanjutnya dalam mengkategorikan seni sebagai seni yang bermartabat, seni tinggi atau high art yang dibedakan dengan seni rendahan, kepentingan masyarakat banyak dan instan, low art. Dan itulah seni rupa dalam bentuk lukisan, sebagai sebagai salah satu ujud seni yang paling riil saat itu (era paska zaman emas), selain seni patung tentunya.

Secara visual, adegan yang dilukiskan terasa sangat dramatis dengan memanfaatkan unsur temaram cahaya, ketegangan atau rasa hingga teknik yang digunakan seperti pencahayaan secara langsung, chiaroscuro (pengkontrasan antara gelap dan terang). Ini bisa jadi salah satu lukisan terbaik yang menggunakan teknik yang disebutkan di atas, dengan adegan yang dipenuhi dendam, nuansa dramatis dan brutal.

Image hosted by Photobucket.com Dengan menggunakan ide dari sebuah lukisan lawas, kyang juga terkenal, karya dari Michelangelo Merisi da Caravaggio yang dibuat tahun 1598-1599, yang kemudian dimodifikasi oleh Gentileschi, berpuluh tahun kemudian. Tentang kematian seorang jenderal perang bangsa Assiria, Holofernes, yang dibunuh oleh seorang janda yang bernama Judith, dari daerah Bethulia. Daerah yang ditaklukan laskar Assiria. Di tangan Artemisia,kesan memperkuat adegan malah tambah lebih mencekam dan penuh dengan nuansa yang cukup brutal. Benar-benar terlihat kehendak dan keinginan dendam yang tertangkap pada gestur sang tokoh wanita.

Ini bisa jadi sebuah maha karya dari Artemisia Gentileschi (1593 - 1652/1653), yang ternyata sangat terpengaruh oleh dramatisasi perjalanan hidupnya sendiri.

How come?

Saya tak pernah sadar sampai ketika membaca kisah hidupnya sendiri. Pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru lukisnya, Agostino Tassi yang juga rekan seniman ayahnya sendiri, telah menghasilkan perasaan terkucil, malu dan dendam. Hal yang mengakibatkan sebagian besar karyanya mengetengahkan katarsis dari simbolisasi perasaan pahit dan dendam terhadap kaum lawan jenisnya. Dengan menggunakan realisme dan apa yang disebut para kritukus sebagai powerful female protagonists. Realisme yang nampak dan berada di ambang batas pemahaman antara kejahatan dan kebaikan.

Woah! rasanya saya terlalu naif untuk menjabarkan sejarah kebesaran seniman italia di era sesudah renaissance ini. Saya hanya kenal sedikit dari beberapa lukisannya saja. Secara jujur, saya adalah pengagum seniman yang menggunakan teknis lukisan yang menggunakan efek realisme dan dramatis cahaya seperti ini, selain seniman seperti ya Caravagio itu tadi, Rembrandt, Durrer dan lainnya.

link: gentileschi

Wednesday, October 05, 2005

Selamat Berpuasa ...

Dengan segala hormat dan rendah hati ....

"Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan ini dan semoga bagi yang berpuasa, lebih baik puasanya di tahun ini ..."

Maafkan kesalahan saya selama ini :), baik yang tertulis dan ataupun salah ucap . . .

-----------------------------------

Semoga di bulan ini orang sedikit terbuka mata hatinya untuk kemudian sadar dan saling menerima perbedaan positif dan menjalankan apa yang disebut sebagai T O L E R A N S I terhadap segala aspek K E M A N U S I A A N dalam kehidupan ini.

Semoga aja.