Thursday, December 29, 2005

Selamat Tahun Baru 2006

Penghujung tahun 2005, sudah didepan mata. Hitungan jam akan membawa diri kita masuk ke dalam suasana dan beban psikologis baru (yang secara faktual sih sama saja, cuma berbenah untuk menggulung kalender 2005 dan setting agenda di PDA). Biasanya saya tidak pernah peduli apakah itu mau pergantian tahun dipercepat sampe lebih cepat 2 kali lipat pun atau diperlama dan diundur kalo tahun baru jadi 31 Januari sekalipun, yang namanya tahun baru cuma ganti kalender saja. Karena semenjak dulu saya paling malas memasang kalender.

Ah, semoga tak terjebak sama kaleidoskop di TVRI dahulu. Yah.. namanya juga masih penganut faham calendar Gregorian, 1 januari awal segalanya. Namun lain halnya tahun baru faham lain,seperti tahun baru China, Cambodian, Islam, Hindu, Sunni bahkan Iran. Unik dan berbeda beda, tapi ya itu, intinya tetap saja sama, merayakan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya, hingga secara psikis orang akan terpikat untuk mendapatkan dan menerima tantangan terbaru, baik buruk atau baik.

Lucunya, walau ini sudah biasa kita dengar, seringkali ada yang menggunakan momen tahun baru untuk mabuk sampai batas maksimum dan hedon gila-an sebagai ritual mendatangkan rezeki di tahun selanjutnya, atau malah ajang melakukan having sex. Ah mending nanya Mama Loren buat hal itu.

Begitulah akhir tahun diselingi berita dan kejadian yang unik, lucu menyebalkan dan sangat berkesan. Apakah itu patah hati, gaji naik, dapet tawaran naek haji, jadi pecandu sop dan gulai kambing, keuangan naik turun, ribut besar di kantor, bah!, sampai romantika ecek ecek yang gak jelas. Apalagi berita heboh akhir tahun tentang salah kaprah tentang new age spiritualism sama boraks dan formalin di mie bihun yang sempat saya makan, dan dengan sukses sampai sekarang sewot dan berdoa semoga tidak kena yang namanya penyakit - ingat rumah sakit itu terkadang jahat, sobat! dan sekali lagi Selamat tahun baru buat teman-teman semua :)

Semoga tahun 2006 lebih baik .... dimanapun deh baiknya.

Thursday, December 15, 2005

Duchamp

Seni dalam prosesnya memang membutuhkan tokoh, namun perjalanan seni memunculkan gerakan-gerakan seni rupa yang nyaris bergerak sendiri, walau awalnya dijalankan dan dipopulerkan oleh para pendiri dan pelopor. Mungkin, tanpa adanya sosok pelopor di dalam gerakan seni rupa apapun, sebenarnya perjalanan wujud seni rupa hanya membutuhkan waktu untuk berubah. Dan sang pelopor, adalah orang yang mempercepat akan hal itu. Orang mafhum akan sosok Picasso, Dali, Christo sampai Affandi dan Sudjojono, merekalah yang menggerakan poros perubahan visual sebuah perupaan. Namun mengingat selalu ada sisi kontra dalam segala hal, dan ada yang disebut sebagai ujud tandingan yang menciptakan pemahaman baru tentang seni, bahwa seni seharusnya tidak berindah-indah, bahkan sinis terutama, untuk itu terimakasih diucapkan kepada sebuah nama :

Marcel Duchamp (1887-1968).

Image hosted by Photobucket.comPublik seni rupa mengenalnya sebagai pendobrak aturan baku yang menyatakan : Perwujudan Seni sebagai Anti Seni. Karya-karyanya dipenuhi oleh penyangkalan dan penggunaan material massa/populer sebagai hasil akhir kekaryaannya. Elemen-elemen karya seni rupa, (lukisan, patung, galeri,proses ide dan imajinasi) cenderung berjarak dan dikultuskan, pada akhirnya luluh dalam wujud yang dangkal, banal dan sangat biasa, namu mampu menaklukan stigma kuat galeri sebagai ujud museum yang sangat sakral saat itu. Duchamp menggambari reproduksi lukisan Monalisa dengan kumis (aha!), dan menawarkan estetika roda sepeda dan mesin pembuat kopi dengan memajang langsung rodanya di dalam galeri . Penolakan demi penolakan, penyangkalan demi penyangkalan. Duchamp dan kelompoknya, menolak pranata sosial sebagai jalan tengah kompromisasi seni dan masyarakat. Dan secara moral, sama dengan para koleganya, semburat orgasme di atas panggung pertunjukan performances art menjadi sah dalam kacamata mereka. Sama halnya dengan ucapan yang bertentangan dengan kaum avant-gardis bahwa seni lukis sudah habis di era tersebut (1920-an).

Duchamp telah menampar khasanah itu dengan meletakan urinoir dalam gallery dan mentahbiskannya sebagai sebuah karya seni, dengan nama samaran R.Mutt, karya itu sukses membuat publik dongkol dan kecewa ( Fountain, 1917). Kesenian sejujurnya adalah representasi masalah dan realita yang kongkrit. Wujudnya adalah sebuah antitesa dari wujud seni itu sendiri. Filosofi tentang nihilis yang kelak melahirkan gerakan nyleneh yakni Dada, Surrealism, kemudian menjadi lebih serius dalam format modernisme, figuratif hingga akhirnya Pop, bahkan sampai saat ini Kontemporer, retro dan post-mod. Dan 60 tahun kemudian negara dunia ketiga perlahan-lahan membebaskan pilihan akan haluan perupaan dalam konteks yang lebih beragam akibat pengaruh percepatan global, sosial, politis maupun gender. Seorang Arthur C Danto, pernah berujar jika ujud seni saat ini laksana seorang anak buruk rupa yang lahir dari keluarga glamour di lingkungan mewah. Seni menjadi labil dan jauh untuk dinilai secara sederhana dalam kacamata apapun. Seni secara ujar-ujar sudah tak membutuhkan posisi yang tinggi laksana menara gading untuk menganalisa apa yang ada didalamnya. Seni cukup dijabarkan dengan sederhana dan langsung.

Image hosted by Photobucket.comItu adalah pranata lawas yang sejatinya layak diingat. Kaum akademis akan habis-habisan membobol periode nyata keadaan masa lampau pada rujukan teoritis yang terkait didalamnya. Dan kaum praktik, mengetengahkan dunia yang lebih representatif akan makna sosial. Pada akhirnya seni berucap dalam media yang sejalan dengan pencapaian apresiasi dalam masyarakat modern sampai sekarang. Ucap-ucap dan semburan filosofis yang berat dalam muatannya sekarang menjadi sesuatu yang sangat beragam, sublim dan netral, tergantung bagaimana kita menerimanya.

klik: ###

Friday, December 09, 2005

Game : Sebuah Revolusi Provokasi Imajinasi

Definisinya kira-kira seperti ini;
Game1 —n. 1 form of play or sport, esp. a competitive one with rules.

Sampai saat ini, teknologi telah memungkinkan terobosan besar tentang media imajinasi yang saling terkait dengan interaksi. Game merupakan salah satu artefak abad 21 yang telah menghasilkan pemahaman besar tentang nilai spirit juang dalam sebuah daya interaktif buatan. Abad teknologi telah menciptakan peradaban terpenting dalam hidup manusia, manusia menciptakan ketidak pastian interaksi kedalam suatu dunia buatan. Game saat ini, telah berkembang menjadi industri, struktur dagang dan infrastruktur produk yang dibayangi oleh upaya memenuhi hasrat persaingan dalam diri manusia (modern) (game peperangan seperti Doom, Painkiller, Wolvenstein dll ), kekuatan (God of War, Halo2), teka teki dan petualangan (Prince of Persia: Warrior Within), kuasaan (Blietzkrieg, Rome Total Empire), hasrat maskulinitas dan kekerasan (Max Payne), libido (Leisure Suit Larry) , keingin tahuan hasrat memperindah secara fisik (beauty oriented), Horror dan kekerasan (Cold Fear, Silent Hill, Manhunt) hidup ideal, keinginan untuk yang tercepat (Need for Speed Underground: Most Wanted)dan tangan-tangan sang Pencipta (the Sim), sampai keinginan terdalam untuk merusak tatanan ideal dalam masyarakat (depraved desire) , lihat game seperti Grand Theft Auto. Dengan kata lain, imajinasi tentang kuasa diri manusia dalam apapun merupakan fantasi terdasar dalam perkembangan Game. Skenario untuk menjadi ‘robot’ dalam dunia yang tidak nyata. Dan memang ada produser yang memproduksi dan menjajakan mimpi tersebut.

***

Game sejatinya adalah permainan. Yang membutuhkan lebih dari seorang untuk menghasilkan interaksi yang terkait dengan apa yang ingin disampaikan. Muatan selanjutnya adalah pemecahan masalah, solusi dan interaksi manusia. Namun perkembangan selanjutnya adalah hawa teknologi. Yang memang tak bisa dipungkiri.

Game adalah kaki tangan produk elektronik dan nilai dagang (lihat produk seperti Sony Playstation, Sega, Atari, Nintendo), produk yang memfasilitasi tempat untuk meliberalisasikan kekerasan, persaingan dan rasa kompetitif dalam diri manusia. Game bahkan dapat menciptakan ketergantungan, kebutuhan dan kehilangan dengan interaksi sosial sesungguhnya. Manusia memang makhluk masyarakat yang memiliki jaringan, kebutuhan dan tatap muka sebagai nafas dinamika kehidupan. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, game (media) secara perlahan mengambil alih hal tersebut, dan mengintegrasikan kepentingannya dalam dunia virtual. Banyak hal postif maupun negatif yang dihasilkan oleh media ini. Selayaknya sebuah ideologi, yang dimampatkan dalam wujud bentuk dan bisa mengeliminasi kepentingan sosial. Media saat ini memang sangat ramah - dan menusuk dari belakang.

***

Permainan semenjak saya kecil, amatlah berbeda dengan saat ini (maklum besar di kampung). Wah rasanya amat kelewatan dan tidak perlu dipertanyakan, membandingkan esensi gobak sodor, layangan dan ketrampilan dalam gamewatch ('gimwot keliling' tarif 200 perak sekali main) atau ke pusat ketangkasan game di pasar-pasar yang banyak diisi oleh remaja-remaja tukang palak uang recehan, untuk dibandingkan dengan ketangkasan menguasai permainan di GameBoy, saat ini.

Waktu dan masa yang telah berubah. Itu mungkin belasan tahun yang lampau. Sekarang kultur menjadi sangat progresif dan populis. Banal atau kedangkalan adalah kedalaman yang sangat lumrah. Nilai relatif menjadi nisbi dan bukan sekedar ilusi belaka. Ketika generasi sekarang asik menempuh intensitas gadget (playstation, nintendo 64, game boy, PC game) dalam usia dini, maka perlahan tapi pasti perubahan nilai dan cara pandang akan sebuah kompetisi dalam diri manusia telah jauh berubah. Untuk menyicipi permainan lompat tali, apakah mungkin masih ada dibenak para generasi muda, generasi dunia virtual saat ini? Realita dalam layar kaca adalah apa yang dipercayai. Manusia hidup dalam memelihara kompetisi, persaingan. Ketika ada etika, agama dan tatanan sosial yang mengharuskan manusia memiliki toleransi dalam hidup, maka endapan terdalam diri, rasa dan saling menguasai suatu unsur dipendam dalam-dalam, demi menuruti hasrat toleransi tersebut. Imajinasi liar dalam penyelesaian masalah diadaptasi dengan kemampuan manusia dimasanya.

Semenjak pertama kali olah daya kecerdasan dan pencarian suatu masalah dalam solusi, dimasa ribuan tahun silam (sejarah permainan), sampai masa digital awal di pertengahan tahun 50 an, dimana manusia mensimulasikan diri dalam citra yang saling terkait dengan wahana dan ujicoba, mode permainan telah sukses menembus batas impian dan imajinasi manusia. Simulasi, yak memang hal inilah yang mendorong manusia memiliki kemampuan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Kemampuan, sampai pada yang yang heroik sekalipun dalam game, adalah upaya memberikan solusi penting.

***

Game adalah alam nyata dalam imajinasi yang dibekukan dalam keadaan sebenarnya. Sebuah realita yang dimampatkan dalam sekeping cd, dvd, dan data digital. Penciptaan kenyataan yang dihantam dengan simulasi dan artefak yang tidak lagi menyisakan ruang bathin untuk lebih menciptakan fantasi imajinasi personil. Manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam kuasa imajinasi, tanpa mewakili pribadi secara nyata, bersentuhan dengan realita ilusif dalam jaringan. Benar adanya, sudah hilang upaya untuk memelihara persaingan dalam kenyataan. Berganti dengan kenyataan yang tidak nyata.

Generasi yang dalam ke ambang-sadaran atas realita yang tertaut dalam dunia layar kaca amat jauh dengan rentan waktu yang bisa dibilang sangat pendek. Generasi yang setiap 5 tahun mengalami perubahan orientasi. Lebih lambat daripada percepatan teknologi itu sendiri yang dalam kurun waktu bulanan.

Saya sendiri penyuka game, untuk sampai saat ini, rasa-rasanya game adalah candu yang sangat bertolak belakang dengan eksepsi kaum puritan dalam melihat pemecahan masalah etika, moral dan pendidikan. Kemapanan moral suatu sistem, mungkin tidak akan terganggu oleh sekedar dan secuil game, namun percayalah, anak-anak adalah sebuah kanvas bersih yang kerap di isi dengan realita hidup secara mendasar secara perlahan, dan masuknya aspek moral dalam media permainan virtual ini sangat labil dan sangat rentan ....

Apa artinya batasan usia jika bajakan sudah demikian mudah didapat.
Sampai saat ini, saya tidak tahu lagi batasan yang tepat untuk hadir dalam laju perkembangan game ini, kecuali kemampuan hardware yang rasanya semakin kuno, dalam waktu bulanan. Kenapa saya jadi ribut gini???

lihat : EA dan Sierra

*************

Aspek seni dalam game? ntahlah. Bagaimana Aspek Game dalam sudut pandang seni? yang pasti semua sudah dimanipulasi dengan yang disebut CG. Kecuali sebuah karya seni kontemporer tahun 90-an yang cukup terkenal, karya Feng Mengbo, dengan judul: "Taking Mt. Doom by Strategy CD-ROM". Dia mungkin bisa jadi the next Nam June Paik.

cek ini deh : ++)