Thursday, June 23, 2005

Air untuk Semua

"Perang masa depan, akan dipicu demi emas biru. Yakni Air " (Ismael Serageldin)

Saya jadi teringat film-film dekade 80-an dan 90-an yang bertemakan fantasi masa depan seperti Mad Max, Dune, Total Recall dan Water World, semua secara tak langsung berlandaskan pada upaya membenahi peradaban manusia di masa depan yang hancur karena perebutan salah satu dari sumber kehidupan dunia, yakni air (bersih), dengan jalan perang, pindah ke planet lain dan pada intinya adalah bagaimana menyelamatkan hidup masing-masing. Air dan urusan lainnya yang terkait dengannya, merupakan perjuangan untuk menyelesaikan kompleksitas permasalahan urban yang pantas dipertahankan dalam kelangsungannya. Saat ini untuk Era dimana segalanya menjadi komersial, Air adalah bisnis besar. Jika berbagai perang pada abad ini nyaris selalu disebabkan oleh minyak bumi, si emas hitam, perang masa depan akan dipicu oleh emas biru alias air. Satu dekade sejak ucapan Ismael Serageldin itu, krisis air di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, semakin nyata.

Image hosted by Photobucket.com

Air merupakan sumber kehidupan. Namun demikian, saat ini masalah air di Indonesia merupakan permasalahan yang kronik dan pelik, mulai dari peristiwa banjir sampai kekeringan. Wilayah Indonesia, menurut LIPI, memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik. Namun demikian, kelangkaan dan kesulitan mendapatkan air bersih dan layak pakai menjadi permasalahan yang mulai muncul di banyak tempat dan semakin mendesak dari tahun ke tahun. Kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat akibat kerusakan alam dan pencemaran, yaitu diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per tahun. Dengan demikian di Indonesia, dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Semoga ini bukan menjadi salah satu dari sejuta bencana yang terencana

Ketika air melimpah dan menerjang segala yang ada, bencana adalah sesuatu yang dialamatkan kepadanya. Ketika tubuh haus, air digunakan memberikan dahaga yang pantas dan sesuai kepadanya. Namun ketika kota-kota tanpa air bersih baik di alam dan sekelilingnya yang mengalir didalamnya, alangkah kering dan begitu kumuh rasanya. Ketika limbah industri yang berbentuk cair melahap perjalanan air disungai, manusia menjadi korbannya. Ketika Air dikuasai oleh segelintir pemilik modal besar, di sumber-sumber mata air dipegunungan, kita jadi terpaksa membeli air bersih dan layak bagi tubuh dengan harga yang mahal. Bahkan, sesudah buang air besar atau kecil pun, air masih dibutuhkan. Sampai membuang sampah di got-got, mematikan pergerakan air yang menghentikan desakan nafas kehidupannya sendiri. Air menjadi busuk, air menjadi bau, keruh dan mati. Air hancur secara perlahan karena umat manusia sendiri. Sebagai buah dari perilaku biadab manusia terhadap lingkungan.

Air, merupakan darah dunia. Sesuatu yang diperlukan, memang benar adanya jika manusia masih bisa bertahan hidup tanpa makan, namun tidak jika tanpa air. Untuk urusan kesehatan rasanya air memang amat penting, 70 persen lebih tubuh manusia yang di dalam terdiri dari wuju cair. Tetapi bagaimana dengan air yang ada di luar, dan memang berfungsi sebagai pengikat keseimbangan ekosistem alam?. Hal itu terkait dengan tempat, wilayah dan lingkungan. Coba tidak usah jauh-jauh berpikir dengan masalah global, untuk membicarakan air yang ada saat ini, misalnya, di Bandung, amat sangat ironis mengingat kedekatan budaya Sunda terhadap penamaan tempat yang bercirikan "Ci" dan filosofi air sebagai nama tempat. Pada tiap tempat namun air yang ada sudah rusak tak terurus, apalagi untuk urusan sampah. Air di situ hanya menjadi wacana sejarah nan usang belaka. Sedangkan untuk ibu kota, Jakarta, rasanya air yang ada di sungai, sudah mati, memang air yang tak lagi bergerak, bernafas dan mencuci ulang. Air menjadi mahal, menjadi nilai nilai komersil, air di kolaborasikan dengan teknologi tinggi seperti hidrogen, oksigen yang dijual mahal dan menyalahi fungsi sebenarnya, air bersih yang gratis untuk semua orang. Sumber air akhirnya dikuasai atau diprivatisasi, air bersih di pegunungan dikuasai untuk dalih kepentingan orang banyak yang tak akan pernah melihat daya jangkau setiap orang. Air yang dipakai untuk kehidupan, bukan hanya umat manusia. Dengan dalih bumi terdiri dari lautan rasanya tak nyaman untuk mendengar manusia dilanda kekeringan dan kehancuran kehidupan karena tak dapat memiliki Air bersih untuk kehidupannya.

Rasanya hal yang pantas dilakukan saat ini adalah menyelamatkan air di sekeliling kita. Baik hemat menggunakan air dan tanah di sekeliling kita sebagai resapan air yang baik. Semoga bukan sekedar membeo retorika dari pemerintah belaka yang terkadang lebih mengedepankan mental bobrok di khalayak, dibandingkan mengurusi masalah terpenting dalam hidup ini, yakni air bagi semua orang, dan untuk kehidupan rakyat kecil terutama. Wah, bagi saya, rasanya semua polemik dan pesan itu mengerucut jadi satu ajakan, yakni; 'Gunakanlah air secara bijak'. Piss beybeh !

No comments: