Monday, May 30, 2005

Pilox Mahal . . .

Dahulu di kampus, ada seorang teman yang menggambari tembok di kantin, dengan pinsil dan spidol yang dimodifikasi sedemikian menggunakan model font atau huruf Grafitti. Yang bertuliskan “Pilox Mahal!”. Beberapa bulan kemudian, teman saya tersebut berhasil membeli cat semprot, serta curi curi melakukan aksi vandal di kampus pada malam hari. Dan dalam aksinya ketika menuliskan kalimat “Institution Sucks”, pada huruf huruf terakhir, huruf 'k' dan 's', catnya habis. Sial.

Yup, Pilox memang mahal. Pilox, atau sebutan yang melekat terhadap suatu merek cat semprot terkenal yang dikemas dalam kaleng ini, memiliki karakteristik yang khas dalam teknis sapuan cat, yang digantikan dengan menekan tuas penyemprot. Harga yang dijual dalam satu kalengnya berkisar diatas belasan ribu rupiah. Hitung saja jika kita menganggarkan berapa banyak jumlah cat yang dibutuhkan untuk proyek Mural atau lukisan tembok, dengan menggunakan medium cat semprot ini. Kemungkinan merek cat semprot yang lain mungkin lebih banyak dan lebih bagus, seperti merek Krylon, Spray Paint dan lainnya. Namun di lokal konten, merek ini terlampau terkenal dari dahulu, seperti layaknya kita menyebut Odol, Pepsodent (salah satu merek terkenal), untuk cairan pasta pembersih gigi merek apapun, vespa untuk motor scooter dan masih banyak lagi istilah yang mengalami pembakuan konvensi satu imaji (merk) karena kekhasan dan terkenalnya produk massal tersebut.

Pelaku Grafitti (action art, street art) yang istilah kerennya disebut Bomber (identitas ini yang terkait dengan genre musik jalanan seperti hip hop, rap boombox dan lainnya), menggunakan berbotol botol kaleng cat semprot ini untuk menghasilkan karya diatas tembok, gerbong kereta api, pilar dan lainnya. Anak anak SMU yang baru saja lulus, mencorat coreti baju seragam sekolah yang telah 3 tahun mereka kenakan sebagai ekspresi kebahagian setelah mengentaskan masa SMU mereka. Pelaku vandal hanya membutuhkan satu kaleng (karena mahal) untuk mencoreti tembok tetangga dan pagar rumah yang penghuninya dianggap 'nyolot' (berangasan, nantang, walau sebenarnya kerap kali para pelaku vandalisme itu yang memang kurang ajar. Para pendemo memilih jalan pintas untuk mengecat dan menuliskan ungkapan yang sarkas untuk lebih mengekspresikan spontanitas, respon yang sama kerasnya terhadap kebijakan birokrat pemerintah yang kaku dan dianggap tak berpihak terhadap rakyat. Dan saya sendiri belakangan memilih Pilox Clear (cat transparan), untuk melapisi karya print atau cetak dibandingkan harus dibawa kembali ke percetakan yang setiap permukaannya dihargai 500 rupiah per centimeter (mahal, apalagi karyanya besar besar).

Image hosted by Photobucket.com

Pilox memang mengasyikkan rupanya. Ternyata ikon secara fisikal dari penggantian teknis painting atau melukis ini memang mengasyikkan. Baik upayanya mereduksi sentuhan mesin dalam mengecat dan upaya menggunakan cat semprot ini untuk menyamai hasil mesin. Maka secara praktis ada dua sisi ideologi yang coba diungkapkan dalam perlakuan objek dengan cat semprot ini . Secara wujud dalam karakter perupaan, dari hasil lelehan cat dan semprotan menghasilkan adanya upaya upaya kedekatan objek dengan sang pelaku. Hal yang menghasilkan gambar yang manusiawi, tidak rapih, tidak masinal (secara mesin layaknya gambar cetak). Keuntungan hal ini mungkin seperti itu. Sebagai sebuah pelapis atau cat yang bisa digunakan secara ringkas mengecat tanpa harus belepotan cat dan bisa dibawa kemanapun saat berlarian menghindari kejaran petugas atau aparat yang kebetulan memergoki dari aksi vandalisme (Grafitti memang sering dianggap vandal).

Dalam hal ini, ketika para pelukis Graffiti, pelaku aksi vandal corat coret, pekerja bengkel dan orang biasa yang menggunakan metode cat semprot ini berhadapan pada satu objek. Maka secara fisik, alat ini berubah menjadi semacam 'senjata'. Sebuah identitas dan ideologi sub-kultur yang memang ditujukan untuk kaum muda. Sebuah keingintahuan dan ekspresi mekanis ‘seniman’ urban terhadap ruang publik, dengan menempatkan objek gambar yang cenderung memberontak, anti peraturan dan lainnya. Sedangkan ketika dikaitkan dengan perlakuan terhadap objek benda, maka teknis kerapihan dan ketelitian dalam proses pewarnaan adalah cat semprot yang memang memegang kendali. Medium perpanjangan tangan dari manusia sebagai pelaku artistik. Dan ketika beberapa orang memperlakukan teknis pengecatan semprot ini untuk menyuarakan dan memvisualkan satu kepentingan ideologis di tembok tembok umum, jalan raya dan isntansi umum, maka terlintas upaya propaganda. Propaganda dalam konteks teknikal memiliki kesadaran copy dan paste (duplikasi).

Seniman seniman tenar seperti Jean Michael Basquiat, Shepard Fairey (obeygiant.com), dan dokumentasi seni jalanan lokal yakni Tembok Bomber, telah lama memperlakukan medium ini dalam karya karyanya. Bahkan seperti adanya kedekatan secara emosional yang memperlihatkan sisi lain estetika cat semprot ini sebagai sesuatu yang dekat dengan ruang publik, masyarakat dan kita sendiri bahkan. Walau disebut street art bahkan sampai karya yang dianggap vandal sekalipun, makna kedekatan dan terror secara visual cat semprot ini hadir tanpa kita sadari. Menerobos dalam wilayah sosial yang selalu menampilkan problema kultur urban. Secara pendangkalan dan ekspresi populis kelas tertentu selaku generasi muda, yang merasa muak terhadap kebijakan pemerintah di dalam masyarakat. Dinamika searah yang kaku dan represi dalam satu sistem memang menghasilkan pemberontakan ideologis dalam tubuh dan suara generasi yang lebih muda. Namun bagaimana upaya yang lebih bagus untuk merepresentasikannya, yang ternyata memberikan nilai lebih dan acuan berharga bagi upaya artistik ruang publik.

Friday, May 27, 2005

Tradisi - Kuno - Ketinggalan Jaman

Tradisi

Saya teringat iklan sebuah produk biskuit yang dulu pernah terkenal dengan kalimat; "Memang sudah tradisi ...".

Memang sudah tradisi. Dari kalimat yang sudah disebutkan di atas, secara definitif, tradisi adalah suatu pakem. Tradisi, berarti sesuatu yang memang dilakukan berulang ulang sejak dahulu sampai sekarang. Setelah mengalami proses pemilahan dan perwujudan untuk menemukan suatu sistem, yang rupanya turun temurun.

Membayangkan kata 'Tradisi' mengacu pada wujud perilaku masyarakat jaman dahulu kala yang terkait dengan wilayah konservatif, kaku, namun masih terdapat dalam lingkungan masyarakat dan saat ini kepentingan tradisi lama tersebut sudah mulai ditinggalkan. Secara artian, tradisi memunculkan berbagai macam ranah kepentingan, mulai dari sisi praktis, pemikiran dan warisan turun temurun dari masa kuno sampai sekarang yang sudah mulai menghilang. Tradisi adalah sebuah segmentasi pemikiran akan warisan masa lampau yang terkait dengan kekunoan, ketinggalan jaman dan turun temurun menuju entah kemana, hilang ataupun tidak nantinya. Tradisi mungkin berubah dan mulai perlahan menghilang, menuju sesuatu yang baru dan akan menjadi tradisi selanjutnya sesuai dengan konteks jamannya.

Saya rasa, saya salah tulis judul. Ada baiknya judul tulisan di atas ini diganti dan diperluas untuk menunjuk satu konflik kepentingan, dengan judul seperti ini; 'Tradisi adalah sesuatu yang Kuno dan akan ketinggalan jaman'. Cenderung tendensius. Mengubah dan memperluas wilayah permasalahan kedalam sesuatu yang prinsipil sebenarnya.

Kuno

"Ibu saya memiliki 4-5 keris kuno dari nenek moyang ayah saya yang sudah almarhum ...". Sepenggal contoh kalimat di atas, tak pelak lagi mencitrakan kata 'kuno' sebagai penggalan warisan masa lalu yang memiliki nuansa artefak dan auratik. Sebagai sesuatu tidak bisa disamakan dengan produk masa sekarang. Contoh lain; Mobil Kuno, Motor Kuno, Buku buku Kuno, Gaya Kuno dan lain sebagainya.

Kuno, merupakan sesuatu yang lebih merepresentasikan masa lalu. Masa lalu yang memang merupakan bagian dari pembekuan waktu kedalam implantasi kenangan. Sesuatu yang tak akan pernah bisa diulang. Kecuali Mesin waktu berhasil diwujudkan, rasanya kuno menjadi sesuatu yang bisa di sekarangkan. Kuno, melegalkan pemikiran tentang sesuatu yang jauh dari klasik sebenarnya, lebih mengarah kepada wujud kebendaan yang bersifat artefak, jaman dahulu kala dan pernah menjadi modern dimasanya. Bukan masa kini. Secara prinsip, mungkin sama saja.

Sesuatu yang kuno malah bersifat klasik kadangkala. Kuno merepresentasikan wujud lain dari skenario memori yang dikoleksi (dalam wujud benda) dan mencuatkan perjalanan jejak waktu. Catatan dan makna filosofi muncul dan melintasi selaput fisik wujud benda yang bernilai, karena ke-kuno-annya. Ada baiknya konsep judul tulisan ini pada bagian kata Kuno menjadi bahasan lain yang lebih spesifik saja, nantinya.

Ketinggalan Jaman

"Ngirim surat penting pake pos?, ketinggalan jaman banget sih lu, kan ada e-mail!". Itu salah satu kalimat yang pernah saya dengar dari perbincangan dengan kawan kawan, suatu saat yang entah kapan. Rasanya kalimat yang satu ini lebih sebagai sesuatu yang bersifat ungkapan atau memang mengarah pada satu kondisi tertentu?. Jikapun ini dirujuk pada suatu status, predikat ini tidak membanggakan rasanya. Belum lagi, konsep kata 'Ketinggalan jaman', ini merasuk pada budaya mode yang sekarang banyak didaur ulang dan diperlakukan dengan inovasi fashion terbaru untuk menemukan gaya berbusana saat ini.

Ketinggalan jaman, sesuatu yang dirasa tidak relevan dengan keadaan di masa sekarang. Keadaan itu adalah sesuatu yang mengacu pada wujud trend sekarang. Fashion, teknologi dan pernak pernik individual. Ketinggalan jaman, malah mengacu pada kalimat 'Kuno', dan memang tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Bedanya, persepsi tentang kata Kuno mengacu pada sesuatu yang kerap dikoleksi, klasik dan cenderung berkelas. Dan ketinggalan jaman, mengalami reduksi makna dalam pola identitas lapisan sosial, cenderung masih mengacu pada kata kebendaan. Atau sifat malah?.

Buat sesuatu yang mengacu pada percepatan dan kesekarangan, ketinggalan jaman merupakan sesuatu yang dianggap tidak berpengaruh apapun dan malah melemparkan kondisi fisikal sebagai sesuatu lebih bersifat kearah artefak. Pola dan perputaran trend, memang meninggalkan sejumlah masa yang di recycle untuk menciptakan sesuatu yang lebih baru (novelty), yang pada masanya saja. Sebelum habis digerus sang waktu, dan arus baru.

Masih jauh.

Ternyata, 'Tradisi Kuno yang Ketinggalan Jaman' seperti interpretasi judul yang saya tulis diatas, memiliki keterbatasan makna yang jelas jelas membuat hal ini luput dari kajian linguistik belaka. Kajian bahasa yang saya tulis atas hal ini, nantinya akan menjadi jauh lebih dangkal hanya berupa ikhtisar gula gula dari problematika tentang judul dan makna seutuhnya.

Ada pembatasan yang mengakibatkan saya tak mampu menuai seluk beluk kaidah dan artian makna kata kata diatas. Bagi permasalahan tentang hal ini; tradisi, kekunoan dan jaman, merupakan problematika sistem dalam dan dari masa lampau yang diulang dalam wujud ideologis dan pembentukan opini tentang 'sejarah'. Ketika konteks sosial meneropong tentang wilayah kekunoan itu sendiri, maka ada persepsi berbeda beda tentang 'anak anak sejarah ini' menyeruak dalam suatu istilah lokal habitus, yang lebih dekat dengan kondisi dan representasi sosial manusia saat ini. Bahkan secara contoh kasus, invensi dari tradisi sendiripun sudah masuk kedalam konteks teknologi saat ini. Dengan kata lain simbol simbol artefak dan religi saja sudah cukup banyak dan meleburkan diri kedalam optimasi teknologi hingga kini.

Mudah mudahan ini sudah cukup. Istilah 'tradisi', 'kekunoan' dan 'ketinggalan jaman' hingga kini akan menjelma lebih dari sekedar kata kata. Yang sebenarnya, kelak menjadi tempat atau wilayah peka untuk mencipta dan menghayati suatu realita juga fantasi akan sisi ideal identitas ideologis kemasyarakatan, yang merujuk pada sang waktu.

Tuesday, May 24, 2005

Yayoi Kusama - The Place for My Soul

Dari sedikit seniman asia yang namanya cukup terkenal di era Pop, salah satunya adalah Yayoi Kusama. Setelah memperhatikan sepak terjang dan catatan kritik atas perupaannya, mungkin saya menyimpulkan atas sebuah makna penting. Maknanya tersebut sebenarnya simpel; 'Jangan tambah jadi gila (!)'. Mungkin ini berkesan main main, tetapi keseriusan dalam berkarya seperti ini (absurd, dan cenderung ganjil) terus diwujudkan. Dirinya, masih terus berkarya dibawah tekanan gangguan kejiwaan (obsesi terhadap titik atau dot?)yang cenderung berat. Walaupun saat ini, dirinya masih disebut sebagai seniman patung yang Avant-garde.

Image hosted by Photobucket.com
Dots Obsession, 1999

Konsepsi? secara wujud, karyanya sudah meninggalkan interpretasi ruang rupa yang terbatas. Walau karya seni, idealnya masih terkadang, membutuhkan galeri sebagai wujud fisik yang mengidentitaskan ranah fisik seni rupa itu sendiri, tetapi upaya untuk mendobrak dan mengerahkan interaksi massa (atas obsesi 'dot') sudah dimulai dengan performance yang dilakukannya, diera 60-an. Luar biasa.

Image hosted by Photobucket.com
Dots Obsession,Instalasi di Braunschweig

Sebagai seniman yang telah mendunia di era awal Pop Art, dan salah satu pelopor Gerakan Fluxus, Yayoi mencitrakan imaji dan persepsi ruang dengan kesadaran wujud yang liquid dan cair. Imajinasi dan perupaan yang terkenal dengan menggunakan elemen dot (titik titik) dan bentuk yang dinamis bergerak. Cukup artistik, kontemplasi seakan menjadi keharusan ketika melihat karya karyanya.

Image hosted by Photobucket.com
Soul Burst In the Air, Instalasi

Kesadaran mental yang rapuh dan problem kejiwaan yang cukup kronis. Sehingga ekspektasi wujud perupaan karya yang luar biasa dapat diaplikasikan, dengan imbalan kesulitan dirinya menyadari realita. Dan sampai kini, dirinya terus menjalani terapi kejiwaan di usianya yang cukup senja. Bagi saya, karyanya menyimpan definisi lain tentang wujud materi. Selayaknya orang berhalusinasi, dan memandang benda sebagai imajinasi kolektif dari titik, tentacles, metafora bentuk phallus dan makhluk cair berwarna warni. Karyanya menjadi Liar dan juga teratur. Hebat.

Klik disini untuk lebih lanjut: +++

Monday, May 23, 2005

Hitam Putih

Image hosted by Photobucket.com

Saya bukan Soekarnois, juga bukan fans beratnya, seperti yang almarhum kakek saya lakukan, terhadap sosok seorang tiran yang satu ini. Tetap, inilah salah seorang pemimpin legendaris dunia yang telah menyimpan kenangan bagi rakyatnya. Akan bagaimana prestise dan wibawa seorang Soekarno pernah menyita mata dunia.

Image hosted by Photobucket.com

Foto foto tentang kunjungan Soekarno ke New Delhi di tahun 50-an ini, didapat dari email yang masuk pada hari ini. Dan kebetulan, foto foto ini memiliki resolusi yang cukup bagus. Jujur saja, bagi saya, foto foto ini bagus, dan sangat mendukung pencitraan dan representasi tentang seorang Soekarno. Foto klasik hitam putih yang bagus ini telah menyiratkan sejuta citra, wibawa dan tentunya kenangan sejarah. Terlepas dari sejumlah kontroversi dan kelebihan di dalam dirinya yakni laksana sang pembual (bagi kalangan Pemimpin Barat), seorang pelukis dan pecinta seni (mirip seperti Hitler, mantan pelukis gagal), kharismatik, menguasai pedagogy, keras kepala, orator ulung, sang penakluk wanita yang tak risih menceraikan istri istrinya untuk menikah lagi, flamboyan dan tentunya juga cerdas.

Image hosted by Photobucket.com

Image hosted by Photobucket.com

Menarik. Secara tak langsung isi visual foto foto ini, yang telah di'kultuskan' secara fisik dan klasik, makin mendukung pemahaman tentang bagaimana hidup, aktifitas dan sisi lain seorang tokoh, yang adalah Putra Sang Fajar ini. Yang di akhir hayatnya menjadi ironi, sosok yang dicintai dan dibenci sekaligus.

Femmes d'Indonesie

Mungkin sangat sedikit karya karya rupa yang memvisualkan sosok wanita selayaknya lukisan jaman dahulu, via Arie Smith, Basuki Abdullah, Hendra Gunawan bahkan Sudjojono sekalipun. Inilah yang tersirat ketika pameran yang mengetengahkan konteks identitas sosial dari para wanita di berbagai latar belakang bidang di Indonesia dimuat dalam sketsa, cat air dan lainnya. Alhasil, karya yang muncul merepresentasikan realita sosial, selayaknya para kartografer atau ahli pemetaan berupaya memetakan bidang geografis suatu negara.

Image hosted by Photobucket.com

Titouan Lamazou, sangat mahir menggunakan sketsa dan cat airnya. Selain itu, dia terkenal karena prestasinya di bidang olahraga pelayaran, dan pernah menjadi juara dunia kategori layar perorangan.

Pameran yang bertempat di Galeri Soemardja ITB ini, dimulai dari tanggal 20 - 28 Mei 2005, merupakan salah satu dari agenda pameran kelilingnya.

Identitas dan lokalitas sosok sosok wanita Indonesia menjadi luar biasa dalam pembingkaian secara visual, oleh sang pelayar, eh maksudnya Titouan Lamazou ini.

klik disini: +++

Friday, May 13, 2005

JARANG JARANG

Image hosted by Photobucket.com

Saya tak pernah mengenal mereka, untuk pernah mendengarkannya pun boro boro. Tapi kehadiran wajah wajah kuno di kemasan piringan hitam klasik ini menghadirkan cerita lawas yang kerap dikenang. Kuno sekali, untuk kemasan cover yang disetting manual, cut and paste pake gunting, setting film cetak manual.

Image hosted by Photobucket.com
Yanti bersaudara, entah yang mana adik dan kakaknya, mungkin lagunya pop anak anak menjelang remaja?

Klasik, menarik, akan lucu sekali dibandingkan dengan jaman sekarang, tapi itulah keren sekali jadinya. Mungkin akan lebih menarik untuk dikoleksi. Pakde kere ada saran ?

Image hosted by Photobucket.com
Nama panggung, Euis. Neng Euis, omong omong keren juga pilihan olah fontnya.

Sunday, May 08, 2005

Bijak dan tidak bijak.

Ini yang terpikir pada saya saat melihat tayangan di televisi tentang sebuah acara yang menampilkan sosok warga kelas bawah yang ketiban untung menerima uang kaget untuk dihabiskan dengan membelikan barang kebutuhan hidupnya. Lumayan besar. Dan lihatlah apa yang sudah mereka belanjakan saat itu.

Saya jadi bingung, terharu juga tidak, untuk kecewa pun rasanya enggan.

Kawasan kumuh di ibukota? di India, toh masih ada Calcutta, kalo di Bandung masih ada Cicadas dan lain sebagainya. Daerah Bedeng di Kebon Kembang, kawasan Bandung Selatan juga sama parahnya.

Saat ini problematika tentang kemiskinan memegang peranan penting dalam perkembangan negara negara dunia ketiga sampai saat ini. Epilog kisah tentang ketergantungan dan potret muram negara dunia ketiga terus menerus beranjak dalam sintesa kemiskinan lingkaran setan. Bukan hal yang nyaman ketika meniadakan dan mengenyahkan pandangan sinikal dalam lingkup proletar. Potret muram, diperparah dengan konstituasi pihak pemerintah dan sistem yang dengan suka cita merayakan ketergantungan akan 'Kapital' dengan harapan besar seperti keseimbangan mata uang, sistem administratif yang lebih dipermudah, pasar dan kebutuhan yang kian luas dan ekonomi yang lebih stabil. Namun sayangnya dalam skema saling menguntungkan ini tak ada belas kasihan dari sistem atas(baca:Negara Kapital) yang mengadakan konsepsi seperti ini. Secara sadar dan tidak sadar belengu ini menciptakan ketergantungan mesra lintah darah yang merangsang kelenjar hidup kaum miskin. Gunnar Myrdal, Hernando de Soto dan lainnya telah jauh jauh hari telah menuliskan berbagai ketimpangan dan kesenjangan kebijakan yang melahirkan keterpurukan serta kemiskinan. Negara dunia ketiga bersuka cita ketika (seolah-olah)keseimbangan ekonomi yang berhasil dan diatur secara sadar dengan kerjasama penguntungan salah satu pihak, yakni negara maju, tentunya. Kita gembira dengan merayakan pesimisme akan lautan asa.

Pahit bukan?

Sosok realita dan potret masyarakat kita dengan jelas, termakhtub dalam opini wacana pemirsa. dan sang audiens, bergumam, ..oh kasihan. Bukan main. Potret ketakberdayaan yang sebenarnya memang ada. Dengan sistem yang luar biasa busuk namun masih mengisi relung relung hati kita dengan aduhai.

Bahkan kita pun dengan tegas (mengutip lirik lagu band HC almarhum, Puppen) dapat dengan enteng mengatakan sistem yang kamu dukung adalah sistem yang kamu benci, benci tapi rindu rupanya.

Mereka sangat tergantung pada nasib dan takdir.

Mereka menyadari telah terjebak kedalam sistem penghisapan manusia atas manusia yang berlaku di dusun-dusun, desa, kota, materi, orientasi dan makna hidup. Untuk selanjutnya apakah ini bakal berlanjut? Simak tulisan Dominique Lapierre (1986), tentang menghadapi kemiskinan dengan kasih sayang, lewat bukunya, "City Of Joy". Mungkin bisa berhasil, namun apakah relevan dengan kondisi sekarang?

Menjadi bijak atau tidak bijak terhadap situasi, ternyata tidaklah gampang, apalagi menyikapi kondisi dan realita saat ini. Ini benar benar ada dan nyata. Menggadaikan ideologi demi uang, mungkin sudah basi, demi harga diri? banyak sekali. Tak ada yang tak kita gadaikan semuanya. Zaman telah berubah.

Hidup rasanya lebih nyaman dengan tidak ketinggalan zaman.

Friday, May 06, 2005

SEMIOTIKA RAJATEGA

Saya pribadi tertarik sekali dengan lirik lagu ini, "Semiotika Rajatega". Sebuah lagu yang dimasukkan dalam EP, "Prosa Tanpa Tuhan", oleh sebuah konspirasi busuk rap underground yang meneriakan rebelitas dan anarki dalam setiap lagunya, yup mereka minta disebut namanya, Homicide.

Untuk sebuah urusan ideologi nyerempet kekiri, mereka menjadi sebuah identitas lokal kelas urban yang mencuri perhatian. Tetapi secara keseluruhan, mereka menceritakan akan pentingnya determinasi kaum sipil independen menghantam pemerintah, dengan mengubah botol coca cola menjadi molotov dan mengacungkan jari tengah dengan kostum gerilayawan intifadah kearah rombongan aparat yang menghadang sebuah demo.

Memadukan Boombox, scratch pada piringan hitam, dengan hip hop keras old skool layaknya Public Enemy, Run DMC dan gemuruh Napalm Death, yang pasti militan, keras dan kasar.

------------------------------------------------------------------
SEMIOTIKA RAJATEGA
------------------------------------------------------------------
MC hari ini lebih banyak memakai topeng dari Zapatista / hampir sulit membedakan antara bacot patriot dan miskin logika / bicara tentang skill dan kompetisi, mengobral sompral / jatuh setelah berkoar, lari dengan ujung kontol terbakar / MC butuh federasi dan breakbeats berdasi / untuk sekantung wacana basi dan eksistensi / MC Tampon, mencoba membuat mall menjadi Saigon / amunisi tanpa kanon, mucikari martir yang gagal mencari bondon / sarat kritik, kosong esensi seperti kotbah kyai Golkar / bongkar essay kacangan lulabi usang pasca makar / gelora manuver rima Kahar Muzakar / tak akan pernah dapat menyentuh beat pembebasan B-Boy Ali Asghar / hiphop chauvinis, kontol kalian bau amis, memang tak akan pernah habis / persis duet Hitler tanpa kumis dan Earth Crisis / krisis identitas, menyebut teman nongkrongnya 'niggaz' / sebut dan diss nama kami, kubuat bacot kalian karam seperti Tampomas / berusaha setengah mati menjadi negasi / berlindung dibelakang pembenaran interpretasi, basa-basi / mengobarkan kebanggaan dengan microphone terseret / tak sabar menunggu saat mo
numental kalian berduet dengan Eurrico Guterrez /

Ternyata rencana invasimu lebih meleset dari konsepsi / dan prediksi partai marxist akan kematian borjuasi / melemparkan invitasi MC pada setiap rima / dan Homicide masih mendominasi sensus kematian populasi akibat rajasinga / MC adalah negara yang membuat kontradiksi tak pernah final / tanpa menifestasi yang sesubstansial gerilyawan maoist di Nepal / lirikal neoliberal, yang memaksa indeks lirikmu turun drastis / dan terlihat lebih dungu dari logika formal, terlalu tipikal / dan masih jauh dibawah horizon minimal / memiliki nasib yang sama dengan PSSI dalam kancah internasional / hadirkan konfrontasi maka MC lari mencari pengacara / dan mengakhiri argumen dengan histeria seperti Yudhistira tanpa hak cipta / jangan berharap unggul dengan skill bualan ala TV Media / yang membuat kau dan Iwa tersungkur dalam satu kriteria
///representasi yang membuatmu nampak seperti fatamorgana / membuat setiap microphone battle berakhir dengan wajah yang sama / persetan dengan persatuan, hiphop hanya memiliki empat unsur / dua mikrofon, kau dan aku, tentukan siapa yang lebih dulu tersungkur /

Memang memuakkan melayani diplomasi scene lawakan / tapi pasti kalian dapatkan jika kalian menginginkan konflik atas nama kebanggaan / bidani bacot murahan tentang imortalitas hiphop seperti liang dubur / pahlawan kesiangan yang membuat lagu lama konservatif keluar liang kubur / karena aku adalah seorang kapiten neraka / mematahkan pedang panjang para lokalis duplikat dan plagiat para Wu-Tang / arwah objek kritik lapuk layak sosialisme ilmiah / kalian ancam kami dengan lulabi akidah / paku dalam bingkai kaca keagungan moralitas, persetan kuantitas / kematian memang identitas yang tak perlu imortalitas / label adalah reduksi, komoditas residu industri / kultural hegemoni, membidani oponen dalam posisi / Prosa pramudya yang bukan Ananta Toer / Mengepal jemari meski dengan batas teritori yang terkubur / / memenej kalbu tanpa retorika Aa Gymnastiar / menembus urat nadi distribusi tanpa harus membuat izinku terdaftar / MC menabur bensin dan tak pernah punya nyali menyalakan korek / membacot dibelakang punggung lebih parah dari CekNRicek


[] MC Yang sama petantang-petenteng
sekarang membawa aikon biz lebih banyak daripada anggota Slank
Kalian para martir hiphop, patriot tai kucing
Yang membela lubang pantat logika dengan darah
Siapkan microphone kalian dan siapkan untuk menutup lubang tai sejarah
dan bagi kalian yang menginterpretasikan lagu ini untuk kalian..
Lebok tah Anjing! []

A respond to whom it may concern. The microphone business as usual. Kalian jual, kami beli, katanya sih gitu.

Wednesday, May 04, 2005

Migrating Texts ( 3-15 Mei 2005)

"Read the text as you desire"

Teks merepresentasikan sebuah identitas, penyikapan, dan sesuatu yang berujung pada wilayah bahasa.

Sebuah bahasa adalah kultus langue. Kita berbeda untuk mencapai pelabuhan makna.

Image hosted by Photobucket.com

Penyikapan inilah yang dicomot oleh rekan saya, Handy Hermansyah pada pameran tunggal seni rupanya di galeri Sumardja ITB, 3-15 Mei 2005. Secara pribadi saya mengenal sosok ini semenjak kuliah dahulu di tahun pertama Seni Rupa ITB. Sebagai sosok yang pendiam dan cenderung pemalu namun pernah membuat sejumlah praktisi akademis di kampus kebakaran jenggot, saat dia menampilkan tema pseudo-sexualis dan karakterisik parodi relasi kasar vagina-phallus dalam karyanya, vulgar dan liar. Dan sampai saat ini pun, ketekunan dan proses kerja seninya menjadikan saya semakin respek dan kagum terhadap kerja kerasnya.

Wujud simbolik yang terekam dalam karya karya dalam pameran ini amatlah sederhana. Rangkaian huruf yang digrafir secara rapih dan masinal, dalam berbagai macam bahasa dan aksara dengan satu arti. Dengan posisi display di atas plat besi dalam wujud repetitif. Tanpa memberikan kesan untuk beristirahat. Dan kemudian terbayang dibenak saya, senandung lawas para pemuja Saussure; mengelaborasikan bahasa, tanda, persepsi dan makna.

Image hosted by Photobucket.com

Dia cinta kata kata rupanya.

Monday, May 02, 2005

Puasa internet rupanya ...

gak enak ....:P

Apalagi kalo kepaksa.