Wednesday, November 21, 2007

Hutan Yang Makin Rusak

Setiap membicarakan kerusakan hutan di Indonesia, hati saya sangat pedih. Jujur angka, statistik maupun prosentase kerusakan hutan yang terjadi dalam hitungan hari maupun tahunan, seperti yang diberitakan media massa sangat mencengangkan. Jika tidak mau dibilang sakit jiwa. Betapa kerusakan yang terus terjadi setiap harinya dapat dihitung ratusan hektar. Saya pikir memang kondisi kegilaan yang akut sudah menimpa para perusahaan keparat pemilik penebangan hutan itu. Demi keuntungan, demi uang, demi kehidupan untuk mereka sendiri, dengan percaya diri mengambil sebagian dari jantung dunia tanpa memikirkan masa depan anak-anak mereka sendiri. Hampir saya bilang negara ini memang terkutuk dipenuhi orang-orang bodoh yang rakus, kemudian saya koreksi sikap saya, karena saya adalah bagian dari generasi saat ini yang harusnya ikut bertanggung jawab.

Mata saya semakin terbuka, betapa kita sangat boros akan air, boros akan energi dan cenderung dengan sadar melakukan benih-benih pengrusakan ekosistem alam, menyiksa tanah dengan membiarkan plastik yang notabene memang tak bisa terurai untuk ribuan tahun pun .... Bahkan tanpa sadar ikut ambil bagian dalam hal itu.

Berikut tulisan yang saya ambil dari yayasan pelangi Indonesia, bagaimana Hutan Lindung dan Konservasi yang sedianya merupakan blok hijau utama yang tak bisa diganggu gugat, akhirnya punah dikunyah gigi rakus ratusan perusahaan pertambangan :
-------------------------------------------------------------------------------

Hutan Lindung Dikorbankan Untuk Tambang: Akankah Hutan di Indonesia Tinggal Kenangan?

Sejak akhir tahun 2001, Pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, berupaya untuk merevisi Pasal 38 UU No.41/ Tahun 1999 tentang penambangan di kawasan hutan lindung. Alasan yang dikemukakan oleh Menteri Purnomo Yusgiantoro adalah bahwa UU tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan di Indonesia.

Menurut Purnomo, UU tersebut menimbulkan konflik terhadap perusahaan tambang yang telah mempunyai Kontrak Karya sejak sebelum terbitnya UU No.41/ 1999. Selain itu, sebelum UU tersebut disahkan, ada 22 Kontrak Karya kegiatan pertambangan yang arealnya menurut UU No.41/1999 termasuk areal hutan lindung.

Dapat dibayangkan jika usulan ini dikabulkan oleh pemerintah, maka dapat dipastikan sekitar 11,4 juta hektar kawasan hutan lindung dan hutan konservasi di Indonesia akan hilang terancam oleh masuknya 150 perusahaan tambang yang akan membuka areal pertambangan di kawasan tersebut.

Padahal kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan yang kaya dengan keragaman ekologi, dihuni oleh masyarakat adat, dan merupakan daerah penyangga kehidupan. Sebagian besar kawasan lindung dan konservasi itu adalah tempat hidup dari jutaan spesies flora dan fauna yang tidak terdapat di daerah lain.

Sebelumnya Menteri Kehutanan, Muhammad Prakosa, dan Menteri Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim, menentang keras permintaan Purnomo Yusgiantoro sambil menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir mengubah kawasan hutan lindung dan cagar alam menjadi wilayah pertambangan.

Namun berdasarkan kesepakatan yang dihasilkan pada Sidang Kabinet Terbatas, tanggal 6 Maret 2002, maka keputusan akhir diserahkan pada hasil pembicaraan dengan DPR.

Walaupun begitu, hampir dipastikan bahwa aktifitas pertambangan di kawasan hutan lindung akan berjalan mulus, karena Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti sudah memberikan lampu hijau.

Beberapa LSM, antara lain WWF Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Walhi, Yayasan Kehati, Mineral Policy Institute, ICEL dan Pelangi, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta (Senin, 11/11) menyatakan bahwa kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung dan konservasi secara keseluruhan harus dilarang.

Dalam konferensi pers tersebut, Chalid Muhammad dari Jatam mengemukakan beberapa alasan mengapa kegiatan pertambangan dilarang masuk hutan konservasi.

Pertama, adanya perlakuan tidak adil oleh pemerintah terhadap penduduk lokal. UU tentang konservasi melarang penduduk lokal melakukan kegiatan destruktif terhadap hutan lindung.

Namun ironisnya saat ini perusahaan tambang justru akan diberi peluang untuk melakukan kegiatan yang jelas-jelas sangat destruktif terhadap hutan lindung. Jika pemerintah memebrikan ijin kepada satu atau dua perusahaan saja, maka hal ini akan memberikan inspirasi kepada jutaan penduduk lokal, yang mempunyai hak secara adat, untuk mengeskploitasi hutan lindung.

Pemerintah seharusnya membenahi peraturan-peraturan mengenai hutan konservasi dan hutan lindung yang berkaitan dengan penduduk lokal. Penduduk lokal harus diinformasikan mengenai UU yang berkaitan dengan kehidupan mereka dan memberikan waktu pada mereka untuk berpikir apakah perusahaan tambang akan menguntungkan atau merugikan mereka.

Kedua, secara hukum tidak ada dasar bagi DPR untuk memberikan perijinan kepada perusahaan tambang. Perbuatan ini justru bertentangan dengan hukum karena UU yang berkaitan belum di cabut.

Ketiga, kekhawatiran pemerintah bahwa masalah ini akan diajukan arbitrase internasional oleh perusahaan tambang asing tidaklah beralasan. Menurut salah satu mantan anggota dewan arbitrase interanasional, kecil sekali kemungkinan kasus ini akan dimenangkan oleh perusahaan tambang, karena di dalam Kontrak Karya tercantum bahwa setiap perusahaan tambang harus mengikuti setiap peraturan yang berlaku di Indonesia, dari tahun ke tahun.

Justru jika Indonesia tidak dapat menjaga dan melestarikan hutannya yang merupakan bagian dari paru-paru dunia, pemerintah justru akan mendapat sorotan dari masyarakat internasional.

Selain itu, sangatlah keliru jika pemerintah, khususnya Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Manuel Kaisiepo, berpendapat bahwa Kawasan Timur Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi hanya dari kegiatan pertambangan.

Sebagai contoh, di Papua ada PT. Freeport, di Sulawesi ada PT. Newmont dan PT. INCO, di Kalimantan ada PT. KEM, tapi apakah daerah tersebut mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi? Justru sebaliknya, kawasan tambang memberikan konstribusi yang sangat signifikan terhadap kekerasan, pelanggaran HAM, berkembangnya penyakit AIDS, meningkatnya korupsi, kerusakan lingkungan yang luar biasa, dsb.

Sementara di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, selain UU No.41/ Tahun 1999 masih ada beberapa peraturan yang melarang kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung, yaitu UU No.5/ Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, intinya melarang berbagai bentuk kegiatan yang mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan pelestarian alam; dan Kontrak Pertambangan, yang di dalam salah satu klausulnya menyatakan bahwa force majeure meliputi:...perintah atau petunjuk yang merugikan dari setiap pemerintahan de jure atau de facto atau perangkatnya atau sub divisinya.

Lalu, jika pemerintah dan DPR tetap akan memberikan ijin pada perusahaan-perusahaan pertambangan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi, maka Indonesia, yang sebelumnya memiliki hutan nomer dua terluas di dunia, harus bersiap-siap kehilangan hutan beserta seluruh kekayaan keanekaragaman hayati di dalamnya.

Bagaimana Kondisi Hutan Kita?

Tidak semua negara di dunia ini bisa seberuntung Indonesia. Dengan posisi geografisnya yang terletak di khatulistiwa, sehingga alamnya subur dan kaya, menyebabkan Indonesia dapat memiliki hutan yang sangat luas dengan keanekaragaman dan kekayaan ekosistemnya. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki julukan negara dengan ‘mega biodiversity’.

Dengan keanekaragaman hayatinya, Indonesia tercatat memiliki sekitar 27.500 spesies tumbuhan berbunga (10 persen dari seluruh tumbuhan dunia), 1.539 spesies burung (17 persen dari seluruh burung di dunia), 515 spesies satwa mamalia (12 persen dari seluruh spesies reptilia di dunia), dan 270 spesies amfibia (16 persen dari seluruh amfibia di dunia). Hampir seluruh spesies tersebut tidak terdapat di negara lain. Hal ini menunjukkan pentingnya hutan lindung dipertahankan, bukan hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bangsa lain.

Sedangkan untuk hutannya sendiri, Indonesia memiliki seluas 120,343 juta hektar dimana sekitar 17 persen dan 23 persen diantaranya terdiri dari hutan konservasi dan hutan lindung, dan sisanya adalah hutan produksi. Sebagian besar kekayaan spesies yang disebutkan diatas terdapat di dalam hutan. Hal ini merupakan alasan mengapa bangsa Indonesia harus mempertahankan dan memelihara hutannya, khususnya hutan lindung dan hutan konservasinya.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya dilestarikan, justru laju kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia menyebabkan kondisi hutan di Indonesia sudah samapi pada tahap kritis, sudah pada titik yang tidak dapat diperbaiki lagi.

Dalam 10 tahun terakhir terjadi kerusakan hutan seluas 1,6 juta ha setiap tahunnya. Sementara data terakhir menunjukkan bahwa kawasan hutan yang telah rusak lebih dari 43 juta ha. Hal ini terutama disebabkan oleh penebangan liar, pembakaran hutan, perkebunan skala besar serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan HPH dan HTI.

Satu-satunya jenis hutan yang masih mempunyai harapan berada dalam kondisi baik adalah hutan lindung dan kawasan konservasi.

Hutan konservasi adalah kawasan hutan yang berciri khas tertentu untuk melindungi keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Sedangkan hutan lindung adalah hutan yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

Dengan keluarnya kebijakan pemerintah yang memberikan lampu hijau bagi kegiatan pertambangan di hutan lindung dan di kawasan konservasi, maka hal ini akan semakin memperburuk kondisi kehutanan di Indonesia. Lebih dari 100 kawasan hutan lindung terancam oleh rencana masuknya 150 perusahaan, dengan 22 perusahaan yang mendapat prioritas, yang akan membuka areal pertambangan di kawasan tersebut.

Jika mimpi buruk ini, yaitu berubahnya hutan lindung dan hutan konservasi menjadi areal pertambangan, benar-benar menjadi kenyataan, maka dihimbau kepada seluruh penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan, untuk segera datang berkunjung ke hutan-hutan di Indonesia. Bahkan kalau perlu berkemah di sana untuk terakhir kalinya. Sebelum pada akhirnya hutan di Indonesia beserta kekayaannya hanya tinggal kenangan. Sebelum nantinya kita, dan juga generasi mendatang, hanya bisa memandang hutan beserta isinya melalui foto-foto di majalah dan televisi.

-------------------------------------------------------------------------------
* PS : tulisan sudah dibuat pada sekitar tahun 2002, namun saya pikir masih relevan dengan kondisi sekarang. Ditengah carut marut negara ini, kepedulian berpikir seperti ini masih dibutuhkan. Seandainya memang hilang apa yang bisa kita wariskan ???

Saya sedih, sepertinya memang harus ada tindakan yang elegan dan super keras secara bersamaan untuk melawan hal ini.

Silahkan kunjungi link ini dan ini. Silakan lihat artikel dari walhi ini juga.

Referensi : greenpeace Indonesia.

Monday, November 19, 2007

La Chute - Denis Darzacq

Judul di awal bahasa Perancis itu artinya The Fall. Terus terang, saya mengalami kesulitan karena referensi tentang Denis Darzacq, yang tadinya saya dapat, adalah situs dirinya dalam bahasa Perancis. Jadi, kalau mau mengartikan konsep yang ditulis langsung oleh dirinya, terus terang saya cuma bisa jawab: wallahualam. Namun, secara yang sudah-sudah, bahasa fotografi adalah bahasa visual (seni) yang melintasi batasan kendala berbahasa, asas berpikir hingga bangsa. Jadi kesimpulannya, ya simak karyanya saja.

Melakukan pengambilan gambar dengan menggunakan para street dancer ( bukan penari latar lagu2 dangdut loh) , melompat, menjejakkan kaki ke dinding dengan pose yang selalu melawan gravitasi atau melayang hanya beberapa inchi di atas tanah dengan pose yang rawan (jika jatuh ya kepala bocor atau patah kaki, terlebih muka benjut), siapa sih yang tidak terkesima?. Dari situs world press photo, ada cuplikan tentang Paris Street Dancer - karya Denis Darzacq, yang bisa disimak disini :

Paris street dancers display their skills at breakdancing, capoeira and other personalized dance forms. Breakdance evolved as part of the hip hop movement among African American youths in New York City in the 1970s, and is arguably the best known of hip hop dance styles. Capoeira is derived from a Brazilian martial art. Although dances may involve a known range of positions or steps, they are unstructured, highly improvisational expressions of individual technique.

Gaya ekstrim , yang dimunculkan oleh para profesional ini, ditangkap dengan jeli oleh Denis. Awalnya saya menyangka mereka melakukan trik dengan menggantung dirinya dengan kabel atau kawat beton yang kemudian biasanya diedit ulang (digital) dengan melakukan pengambilan gambar dengan dua objek secara bersamaan. Ternyata tidak, mereka langsung beraksi. Pada dasarnya, Denis mencoba menangkap keindahan dari sebuah momen yang dibekukan. Sebuah momen yang sangat urban, sebuah pemahaman tentang gerak yang kerap bertolak belakang dalam relasi individu masyarakat (Perancis) yang beraktivitas secara rutin. Dengan mengambil background sudut-sudut kota, Denis telah menaklukan monotonisme - 'dingin-nya" kota dengan melakukan naluri estetika para street dancer ini. Visual yang liar, mendebarkan, penuh improvisasi dan spontanitas teknik (olah tubuh) yang mengagumkan dalam melawan beban gravitasi.

Saya seperti tertawa geli, ketika World Press Photo menganugerahkan penghargaan kepada Denis, dan meminta klarifikasi nama Dance Company yang menjadi modelnya. Yang empunya karya malah tidak bisa menjelaskan, karena ini adalah kerja kolektif antara seniman dan sekelompok street dancer di Paris. Dan lagi, dirinya memang ingin mengkondisikan situasi yang berbeda, simak katanya :

"I hate this visual idea of Paris as a baguette or Catherine Deneuve carrying a bunch of flowers,That's why we lost the Olympics. I'd like us to be able to speak of modernity without blushing."

Itulah modernitas yang hendak disampaikan Denis, dengan jeli dan berhati-hati (untuk tidak membicarakan kerusuhan rasial di Perancis tahun 2005 waktu itu), dia merekam sikap akrobatik para pemuda/pemudi ( yang kebetulan multi etnis tersebut - tipikal sih keturunan para generasi pendatang di Perancis) dan diwujudkan dalam karya yang menarik.

Saya seperti terbayang untuk sambil mendengarkan musik jazz sewaktu melihat karya ini. Walau saya sendiri pecinta musik metal. Yeah! Metal yang penuh dengan ambisi yang bergejolak! toh sama dengan ambisi mereka ini.

Lihat karyanya :

















Lihat sumber : web urbanist

Thursday, November 15, 2007

Dali Atomicus

Long long time ago sebelum diketemukan yang namanya Photoshop, (halah keminggris), seorang seniman surealis yang merupakan pionir di scene lukis dunia, Salvador Dali, telah melakukan eksplorasi genius tentang kolase visual secara fotografi. Foto yang terinspirasi karya lukisannya dengan judul Dali Atomicus (Dali Atomica Series), yang dibuat pada tahun 1948, semuanya dilakukan secara manual dan waktu take gambar yang terhitung lama (6 jam!) untuk menghasilkan karya jenius (dimasanya) ini.

Bekerja sama dengan Phillipe Halsman, Dali dan Halsman melakukan teknik dan trik seperti menggantungkan kanvasnya dari atas, dan sang istri dari si fotografer tersebut memegang kursinya, 3 ekor kucing yang dilempar ke udara oleh asisten Halsman, (sebanyak 28 kali dalam prosesnya- jangan tanya saya bagaimana nasib sang kucing) berbarengan dengan seember air, dan sang seniman sendiri yang melompat ke udara (berkali-kali dalam proses pengambilan gambar).

Sampai saat ini, karya itu masih dikenang sebagai salah satu karya klasik, dimana fotografi sureal juga mulai dikembangkan di masa itu.

Lihat karyanya :



Cek di situs ini dan galeri foto ini.

Wednesday, November 14, 2007

Monica Cook Art

It's about self portraits. Untuk kemudian difoto dengan berbagai pose dan dikombinasikan dalam kanvas dalam warna, gestur dan elemen tambahan rasanya itu sudah lumrah dilakukan oleh seniman dimanapun dan kapanpun. Untuk kasus ini : Monica Cook, rasanya bisa ditenggarai sebagai kepenatannya akan menggunakan medium standar , menggunakan model yang dikhawatirkan mendistraksi ide-idenya, (sendiri sambil berkaca terus melukis sambil melihat dirinya sendiri :D), jadi dia memutuskan mem-foto dirinya dan menggunakan media kanvas sebagai transformasi visual akhir karyanya . Alhasil dengan menggunakan kamera digital, apapun serba mungkin (!).

Monica Cook, selain saya membahas proses karyanya (secara kebanyakan seniman sih) , juga ingin menekankan bagaimana visual yang muncul dalam karyanya. Melukis dalam kebanyakan seniman (rupa) memang merupakan bahasa eksplorasi, bahasa visual yang berbeda sensasinya dengan fotografi. Mengeksplorasi keadaan sebenarnya dari diri sendiri yang dilukiskan membutuhkan konsentrasi tinggi. Memadukan dengan warna cat tentu berbeda dengan keputusan menekan tombol kamera yang memperhitungkan cahaya juga. Saya melihat ada keberanian dari Monica Cook mempermainkan tone warna (yang hanya dua atau malah tiga ?). Ada kesan dimana munculnya tekanan yang tinggi ketika menggunakan model lukisan (orang lain) yang berarti harus mempertanggung jawabkan relasi kemiripan, ekspresi yang hidup dan lainnya. Sedangkan melukis diri (wajah) sendiri memang ideologi bebas dalam hal ini.

Monica Cook memang serius menggarap detil dalam hal ini. Figur yang dia pilih didominasi oleh gambar-gambar dirinya. Lukisannya belakangan ini cenderung surprise, menggerus keadaan dengan figur objek dirinya secara kontroversial yang dominan, lihat karyanya di sini : "The Pee Girl Series". Secara sadar dia mencoba mempermainkan kondisi psikologis audien karya-karyanya. Cukup mengejutkan. Dalam bingkai pemahaman saya, karya ini belum mampu dipamerkan di Indonesia, banyak yang masih memandang seni rupa dalam bingkai pemahaman yang lain serta cenderung berseberangan dan tidak nyambung. Namun dalam kacamata barat hal ini biasa saja, cenderung 'mengumpat secara visual', namun tak tahulah jika berhadapan dengan kacamata politik kaum fundamentalis di luar sono :D.

Referensi visual yang baik ada dalam karya-karya Monica. Walau kita tak bisa mengesampingkan pengaruh pop art, juga seni lukis barat modern atau kontemporer pertengahan 70-an yang jauh lebih dulu melakukan eksplorasi figur dalam karya, ada kemiripan yang selaras dengan seniman-seniman Asia yang saat ini mulai maju. Melihat karya Monica Cook, saya jadi teringat seorang seniman Indonesia yang cukup terkenal ; Agus Suwage. Ada kemiripan, namun juga berbeda secara apapun.

Lihat sebagian karya Monica Cook :


Untitled 3 (Red Hair)/The Pee Girls Series/2007


Untitled 4 (Microphone)/The Pee Girls Series/2007


Self Portrait 1/Self Portraits Series


Self Portrait2/Self Portraits Series


Self Portrait3/Self Portraits Series

Cek disini : webesteem

Monday, November 12, 2007

Mr Polaroider from Warsaw

Dalam bentuk apapun, seorang seniman, pereka visual, sampai pencari ide gambar akan menggunakan medium apapun dalam menghasilkan karyanya. Dalam kasus ini, bagi beberapa orang menggunakan medium Kamera Polaroid* (wisata ke Pantai, ke Bon-bin, kamera sekali jepret langsung cetak bayar 5000 perak - harga jaman dulu :D), acapkali menghasilkan suatu karya unik yang spontan, polos dan dekat dengan audiens sebagai keseharian. Seperti itulah apa yang hendak disampaikan oleh Piotr Zastróżny, seniman multibakat asal Warsawa, Polandia. Dirinya dalam berbagai perjalanannya keliling dunia selalu membawa perangkat kamera seperti Linhof Master Technika Classic, Leica M7, Polaroid dan Holga.

Ketika saya membrowse namanya dan menemukan karya-karyanya yang menarik dalam websitenya, saya melihat perbedaan yang mendasar. Ketika saya membahas di tulisan sebelumnya tentang cerita-cerita absurd karya fotografi seorang Maleonn Ma, kali ini saya berhadapan dengan seorang yang bekerja berdasarkan kecintaan akan instant result dari sebuah proses mekanisme pengambilan gambar oleh kamera polaroid lawas, dengan kata lain objek tidak berhadapan dengan make up, tata artistik pencahayaan dan lain sebagainya.

Ketika ditanya dalam interviewnya dengan situs ini, Zastróżny, mengatakan beberapa hal yang menjadikannya alasan untuk menggunakan media kamera polaroid ini (karena ini merupakan salah satu keahliannya, dan kebanyakan pada skala teknis) :

1. Hasil yang timbul dari kamera ini memberikan nuansa unik, perspektif yang berbeda dengan gambar yang dihasilkan lewat kamera canggih, kamera klasik sekalipun dengan hasil yang bisa dilihat saat itu juga.

2. Hasil 'cacat' yang diinginkan. Menggunakan film yang telah lewat tanggal penggunaannya, penggunaan digital camera pada resolusi tertentu yang menghasilkan gambar buram dan 'kotor' malah menghasilkan artistik tertentu yang sangat orisinil. Hasil semakin 'gagal' malah semakin bagus baginya.

3. Figur modern yang menjadi terasa lawas, dia mengatakan seakan mengambil gambar di tahun 70'an. Dengan pewarnaan spontan, klasik dan bahkan cendrung tidak cerah, malah menghasilkan karya dengan gambar yang diinginkannya.

4. Dan lainnya, sesuai maunya dia ...:D

Dari beberapa kesimpulan yang diterangkan diatas, cuma sebagian kecil dari apa yang saya ketahui tentang pemilihan medium dalam berkarya rupa, apapun itu sudah cukup kuat. Saya yaqin seyaqin-yaqinnya, medium apapun mampu menghasilkan karya seni yang baik, dengan berbagai macam syarat tertentu bagaimana karya itu dapat dipresentasikan ke publik dalam koridor yang terhormat dan berbobot. Tentunya dengan premis seni itu sendiri .

Silahkan lihat beberapa karyanya disini :












Pictures taken from www.piotrzastrozny.com.

* Kamera Polaroid, merupakan produk unggulan dari
Polaroid Corporation.


Cek websitenya disini :
piotrzastrozny | Live in Studio | Blognya | Festus

Friday, November 09, 2007

Modern Nouveau of Magnus Blomster

Saya membahas karya seseorang bernama : Magnus Blomster (30 tahun, kebangsaan Swedia).

Dengan bekerja harian pada bidang yang tidak ada hubungannya dengan creative arts, dirinya lebih senang mentahbiskan dirinya sebagai freelance illustrator. Dalam wawancaranya dalam situs ini, Magnus mengatakan betapa dia merasa tidak bisa belajar pemahaman seni dengan baik, biarpun dia menyelesaikan sekolahnya di bidang desain. Namun mempelajari ilustrasi dan Art Nouveau (kesukaanya sedari kecil), malah dilakukannya setelah lulus kuliah.

Secara teknis : dalam proses beberapa ilustrasinya, Blomster, lebih suka mengolah foto yang sudah ada. Dengan kata lain, model (dalam hal ini adalah pacarnya) yang difoto dengan pose-pose yang telah ditata, kostum dan juga terkadang tanpa busana, diolah dengan software illustrator (Adobe) dengan membentuk outline, dan diprint untuk menghasilkan karya cetak yang kemudian diolah lebih lanjut secara manual (pensil, pena) dan kemudian kembali diolah dalam software Adobe (Photoshop maupun Illustrator) untuk pewarnaan (ink).

Dalam hal ini, pilihan gaya yang dipakai seperti Style Art Nouveau yang dipadu dengan warna-warna sekarang yang cenderung minimalis. Dalam banyak hal sekilas mengingatkan kita akan karya kebanyakan (yang sempat trend tahunan lalu) , trace line dari figur wanita, namun yang menarik disini adalah proses dan hasil yang cenderung berbeda sendiri. Saya teringat pose-pose erotis dari karya-karya Gustav Climnt, cuma dengan cita rasa lebih global sekarang ini.

Beberapa karyanya telah dipakai untuk kepentingan beberapa industri rekaman dan fashion di Swedia. Dan dia sendiri mengatakan tidak terlalu menghiraukan upah yang dia terima untuk mengerjakan karya-karyanya, namun tampaknya dia sangat menyukai objek karyanya (nude female form) untuk selalu diolah.

Silahkan simak karya-karyanya :


Unknown


We Live in a Beautiful World


Pervert


Utopiate

Kunjungi informasi mengenai karyanya di magnusblomster.com (saat ini sedang dibangun)
juga galeri karyanya di : sagenlicht.deviantart.com | rasterized.org

*karya dan tulisan ini dimuat atas seijin yang bersangkutan.

Thursday, November 08, 2007

Aesthetics of Maleonn Ma

maleonn maSaya akan membahas seorang bernama Maleonn Ma yang merupakan seorang fotografer, juga seorang film-maker. Karyanya yang unik, simbolis, bergerak dalam bingkai teatrikal, naratif , serta metafora objek dan cenderung sureal, seperti menyaksikan karya-karya lukisan surealisme yang di-riil-kan dalam wujud fotografi.

Memasuki wilayah fotografi pada kisaran tahun 2004, pria kelahiran 1970 ini, telah menghasilkan kemajuan yang sangat berarti, selain didukung oleh pengalamannya sebagai Art Director dan Short Video Director mengakibatkan dia seringkali mengkonsepkan diri pada tema narasi cerita.

Memasuki wilayah fotografi adalah sama halnya mematutkan berbagai macam visual yang dibekukan dalam teknik foto untuk berbagai macam kepentingan. Fotografi merupakan salah satu bagian dari rentetan sejarah seni yang terkait dalam bidang penemuan atau invent, terus berkembang sejalan dengan teknologi hingga saat ini.

Fotografi Seni, salah satu acuan tematik karya dari Maleonn Ma ini,seorang seniman fotografi berkebangsaan China yang saat ini tinggal di Shanghai, yang dalam karya-karyanya 3 tahun terakhir ini, sangat eksperimental, penuh nuansa klasik dan tematik, yang terus terang, memang mengagumkan bagi saya sendiri. Informasi yang ingin saya dapat dari website pribadinya, mengakibatkan waktu yang ada dalam upaya membrowsing karya-karya seni lainnya terhenti hanya di situsnya saja.

Saya jadi teringat tokoh-tokoh fotografi dunia seperti Jan Saudek, Alfred Stieglitz, Ansel Adams, Nobuyishi Araki dan masih banyak (bertebaran di wikipedia, coba saja), termasuk termasuk tokoh lawas fotografi Indonesia, seperti Kassian Chepas, Alex dan Frans Mendur, Darwis Triadi, Jez O'Hare, Aries Lim dan lainnya yang masih banyak lagi. Termasuk fotografer Indonesia yang banyak menampilkan karya-karyanya di situs deviantart, flickr maupun website sendiri. Masih banyak seniman fotografi dunia dan Indonesia juga yang menampilkan tema selaras dengan pilihan Maleonn Ma. Tetapi keunikan sang fotografer yang kali ini saya bahas adalah, bagaimana dia mampu menciptakan narasi (seperti film) dengan para pendukungnya yang terdiri dari berbagai macam latar belakang, sutradara, movie-costume designer. Dalam hal ini, Maleonn, menciptakan sensasi visual yang penting dengan mengandalkan otentisitas ras atau figur yang dijadikan objek fotonya, tema yang absurd dan sosok-sosok ganjil dengan cerita men-dehumanisasikan sosok manusia. Dalam hal ini kita jangan melupakan wacana perkembangan seni rupa China yang saat ini sedemikian pesat di kancah Internasional, sehingga memicu negara-negara asia pasifik termasuk indonesia lebih dalam mengeksplor karya dan sounding yang mulai terasa di percaturan internasional.

Bagi saya Maleonn Ma sangat fascinating, tanpa harus mengandalkan opsi pilihan bertemakan urban yang ramai saat ini, sebenarnya karya Maleonn, justru jauh lebih hidup dengan nuansa klasik yang ingin disampaikan. Pewarnaan yang menjadi ciri khasnya, dan editing yang bagus, menghasilkan sebuah karya seni fotografi yang tajam, satir dan cenderung 'dalam'. Dalam suatu kesempatan, Maleonn mengatakan jika berkarya dengan fotografi, seperti mewartakan dirinya yang 'baru' (the word 'self' come back again into my language - Maleonn Ma) akan kesempatan mengambil gambar (foto), mengolahnya menjadi sebuah gambar artistik yang bercerita, ekspresi diri (menurutnya) dan ide yang cukup bebas, tidak normatif, tidak terikat dengan (secara ide) dengan kepentingan tangan lain. Semua itu lahir dari diri sendiri.

Walau saya yakin masih ada kepentingan komersil untuk cetak, iklan yang juga melirik karya-karya Maleonn, sesuai trah industri dalam fotografi, tetapi apa yang dihasilkannya cukup menarik untuk dijadikan referensi bagus, untuk mengenal fotografi seni ini.

Cuplikan karya Maleonn Ma :


Portrait Of Mephisto (series)/2007


Portrait Of Mephisto (series)/2007


Portrait Of Mephisto (series)/2007


My Circus (series)/2004


My Circus (series)/2004


Unforgivable Children (series)/2005


Chinese Story(series)/2007


Shanghai Baby (series)/2007


Deja Vu (series)/2006

Silahkan kunjungi website Maleonn Ma | Source 1 | Source 2 | Source 3

Tulisan ini juga muncul di blog ini : mindstreet.wordpress.com

Wednesday, November 07, 2007

Pop Surealis a la Camille Rose Garcia

Karya seni yang baik, terkadang menampilkan sisi cerita muram yang cenderung dalam di karya-karyanya. Ataupun malah menampilkan cerita datar yang bergerak dalam visual. Tetapi alibi ini apapun klasifikasinya, mentah-mentah saja ketika dibahas dalam sebuah bedah karya. Seorang seniman sejatinya merupakan penulis cerita lewat visual yang ditampilkannya. Apapun bentuk karyanya, setiap seniman bertanggung jawab secara banyak sisi, teknis karyanya yang dijabarkan, epistimologi yang ditawarkan, wacana yang diusung, sampai sisi konsepsi karya seni itu sendiri.

Kali ini saya membahas tentang seseorang bernama Camille Rose Garcia. Seorang seniman Los Angeles yang karyanya dikategorikan sebagai Pop Surealis. Dengan menampilkan figur-figur comic dan animasi dan tokoh populer televisi di Amerika sana periode 1950 an. Karyanya menampilkan sosok-sosok kartun, makhluk-makhluk ganjil dengan upaya mengekspos cerita gelap tentang kekerasan, korupsi dan ketamakan. Dengan idiom yang diangkat Camille, sebenarnya, dia bercerita tentang horror di dalam masyarakat urban (contemporary society) - popular cultur Amerika.

Dalam wawancara yang dicuplik dari situs ini , Camille banyak menampilkan kisah hidupnya, bagaimana kecintaanya akan band-band punk, seperti D.O.A, The Vandals, The Germs dan lain-lainya yang menimbulkan sensasi ketertarikan visual akan image pemberontakan, horror, dan keterpengaruhan akan Los Angeles art- scene semenjak dia melihat karya-karya Mark Ryden, sampai memutuskan berhenti dari band untuk total berkarya seni. Termasuk pandangan politik dia soal keberpihakan pada upaya untuk melakukan pemberontakan sosial lewat karya-karyanya, kompromi karya yang lebih kepada bagaimana seni mampu menunjukkan kaidahnya untuk memiliki tanggung jawab sosial, dan cara pandangnya terhadap scene seni secara global untuk saat ini.

Karyanya (baik lukisan, mainan dan craft) adalah kombinasi, personifikasi cerita, dan kolase dari tokoh-tokoh dari Walt Disney, punk bands seperti Dead Kennedys, ilustrasi tokoh dan teks dari cerita-cerita yang ditulis sci-fi writer Philip K. Dick, atau ilustrasi erotis karya-karya Aubrey Beardsley, mitologi dan fairy tales, visual daripada sebagian Japanese art, termasuk karya-karya ukiyo-e (traditional japanese woodblock prints) dan animasi karya Yoshitomo Nara dan Takashi Murakami.

Barangkali ada baiknya kita mengikuti saran di situs ini. Karya-karya Camille adalah bentuk dari visual gothic yang tragis secara komikal.

Dalam wawancaranya, Camille menyebutkan motivasinya : I always wanted to do art that people could relate to but also carry some social relevance. Dengan konsekuensi yang berpihak pada perlawanan (maklum aja besar di scene punk) , kritik tegas terhadap pemerintah Amerika, dan penolakan-penolakannya terhadap proyek komersial (yang di mata dia sudah keterlaluan), sepertinya ada relevansi sosial yang diharapkan dari Camille lewat karya-karyanya yang di mata saya cenderung muram dan tragis ini. Pesan yang nampak adalah keberpihakan pada dunia tragis. Apapun bentuknya, sebenarnya dia menceritakan dan merepresentasikan banyak hal soal relasi sosial dunia yang dingin, suram dengan warna-warna lukisannya yang tergambarkan; dark under-tones.

Lihat karya-karya Camille dibawah ini :


“Royal Disorder Subterranean Invasion” / 2006


Escape Velocity/2006


Emergency Transport/Giclee and hand applied gold mica on paper


“Antarctic Suburban Outpost” 2006. Acrylic and glitter on wood, 48 x 48 inches.


“O.N.S. Escape Vehicle ” 2005. Acrylic and glitter on wood, 48 x 48 inches.


“The Deconstructionist Army” 2004


“Arctic Cavern Hideaway” 2005

Karya yang muncul disini ditulis atas ijin yang bersangkutan, dari situs ini : http://www.camillerosegarcia.com/, gambar-gambar lukisanya diambil dari situs ini, tulisan ini juga dimuat disitus blog yang satu ini.



AddThis Social Bookmark Button


Situs Camille Rose Garcia | contact

Monday, November 05, 2007

Dunia Jacek Yerka

Berbicara tentang Surealisme dalam sebuah karya seni lukis, pasti lebih tepat diasosiasikan dalam sebuah penerjemahan visual sebuah mimpi atau khayali sang seniman. Jauh dari itu, dalam konteks pembelajaran tentang seni rupa, genre surealisme adalah sebuah cikal bakal turun temurun yang telah berumur panjang, bagaimana fantasi sebuah dunia yang ideal dimata seseorang dapat diterjemahkan, baik tentang elemen-elemen asburditas, pembengkokan visual, dan efek kejutan yang menghadirkan berbagai macam aspek dalam visual.

Bagaimana dahulu seorang Salvador Dali, telah berkutat dalam dunia yang 'ideal' menurut dia, bagaimana Rene Magritte bercerita tentang paradoks makna, ilusi psikologis yang hendak disampaikan sehingga menimbulkan polemik tanpa sekedar menelan bulat-bulat visual yang disampaikan. Bagaimana lekatnya dunia realis dalam paparan imaji yang saling dibengkokkan sehingga menimbulkan sensasi dahsyat tentang cerita-cerita dalam visual dunia fantasi. Masih ada Max Ernst, Joan Miro, Escher dan sebagainya.

Kali ini yang ditulis disini; Jacek Yerka. Generasi Surealis era sekarang, kelahiran 1952 di Polandia. Pampangan karaynya disini menjadi terasa penting ketika dia mulai menambahkan idiom khayali, cerita kisah dan angan-angan masa kecil yang ternyata sangat berpengaruh terhadap visual lukisannya. Bagi saya, mungkin seniman-seniman negara dunia ketiga, bahkan di Indonesia lebih banyak lagi dengan membawa pengaruh fantasi dan mimpi 'mistis'nya kedalam kanvasnya, namun secara harafiah dari apa yang saya lihat, karya Yacek Jerka malah memberi cerita fantasi, seperti ilustrasi dari sebuah cerita dunia yang bersambung dalam setiap lukisannya. Saya tidak tahu, tetapi bagi saya, Jacek Yerka cocok sekali membuat buku cerita visual fantasi . Saya jadi teringat karya-karya Frank Frazetta, yang hampir semuanya berkisar tentang pejuang pria dan wanita kekar di jaman medieval yang selalu bertarung dengan monster-monster, mungkin jauh juga dalam frame garda seni, tetapi secara garis besar kemiripan itu selalu tersirat.

Poin penting dari sebuah detail visual, garis, bentuk benda, terlihat dalam karya-karyanya yang semuanya menggunakan medium akrilik, oil on canvas, pastel dan giclee (zhee-clay) - sebuah cetak digital ke atas kanvas, ataupun kertas. Sekali lagi Jacek Yerka memang menterjemahkan fantasi dengan sangat mengagumkan. Tema visual yang selalu hampir seragam adalah bagaimana menterjemahkan bentuk organis (monster, kerang, hewan reptil) kedalam bentuk mekanis dan masif (mesin, rumah dan alat teknis).

Mungkin jauh secara ide dan persoalan yang hendak disampaikan Yerka, dibandingkan para penggagas seni visual dunia mimpi ini, tetapi dalam konteks sekarang persoalan visual lewat manual tetap memberikan greget tersendiri, upaya tersendiri yang memberikan penghargaan terhadap potensi berpikir (khayal) manusia.

Lihat Karyanya :


"An Uninhabited Island"


"The City is Landing"


"The Landscape Cutter"


"The Riders of Chaos"


"The Stone and the Brick"


"The Sargass Sea Bishop"


"The Walking Lesson"


"Brontosaurus Civitas"

Silakan lihat website Jacek Yerka di halaman ini : Jacek Yerka.

Semua gambar dan tulisan tentang Jacek Yerka, dimuat oleh ijin pihak terkait di situs http://www.yerkaland.com/.

Tulisan ini juga dimuat di situs blog yang satu lagi.