Wednesday, November 21, 2007

Hutan Yang Makin Rusak

Setiap membicarakan kerusakan hutan di Indonesia, hati saya sangat pedih. Jujur angka, statistik maupun prosentase kerusakan hutan yang terjadi dalam hitungan hari maupun tahunan, seperti yang diberitakan media massa sangat mencengangkan. Jika tidak mau dibilang sakit jiwa. Betapa kerusakan yang terus terjadi setiap harinya dapat dihitung ratusan hektar. Saya pikir memang kondisi kegilaan yang akut sudah menimpa para perusahaan keparat pemilik penebangan hutan itu. Demi keuntungan, demi uang, demi kehidupan untuk mereka sendiri, dengan percaya diri mengambil sebagian dari jantung dunia tanpa memikirkan masa depan anak-anak mereka sendiri. Hampir saya bilang negara ini memang terkutuk dipenuhi orang-orang bodoh yang rakus, kemudian saya koreksi sikap saya, karena saya adalah bagian dari generasi saat ini yang harusnya ikut bertanggung jawab.

Mata saya semakin terbuka, betapa kita sangat boros akan air, boros akan energi dan cenderung dengan sadar melakukan benih-benih pengrusakan ekosistem alam, menyiksa tanah dengan membiarkan plastik yang notabene memang tak bisa terurai untuk ribuan tahun pun .... Bahkan tanpa sadar ikut ambil bagian dalam hal itu.

Berikut tulisan yang saya ambil dari yayasan pelangi Indonesia, bagaimana Hutan Lindung dan Konservasi yang sedianya merupakan blok hijau utama yang tak bisa diganggu gugat, akhirnya punah dikunyah gigi rakus ratusan perusahaan pertambangan :
-------------------------------------------------------------------------------

Hutan Lindung Dikorbankan Untuk Tambang: Akankah Hutan di Indonesia Tinggal Kenangan?

Sejak akhir tahun 2001, Pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, berupaya untuk merevisi Pasal 38 UU No.41/ Tahun 1999 tentang penambangan di kawasan hutan lindung. Alasan yang dikemukakan oleh Menteri Purnomo Yusgiantoro adalah bahwa UU tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan di Indonesia.

Menurut Purnomo, UU tersebut menimbulkan konflik terhadap perusahaan tambang yang telah mempunyai Kontrak Karya sejak sebelum terbitnya UU No.41/ 1999. Selain itu, sebelum UU tersebut disahkan, ada 22 Kontrak Karya kegiatan pertambangan yang arealnya menurut UU No.41/1999 termasuk areal hutan lindung.

Dapat dibayangkan jika usulan ini dikabulkan oleh pemerintah, maka dapat dipastikan sekitar 11,4 juta hektar kawasan hutan lindung dan hutan konservasi di Indonesia akan hilang terancam oleh masuknya 150 perusahaan tambang yang akan membuka areal pertambangan di kawasan tersebut.

Padahal kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan yang kaya dengan keragaman ekologi, dihuni oleh masyarakat adat, dan merupakan daerah penyangga kehidupan. Sebagian besar kawasan lindung dan konservasi itu adalah tempat hidup dari jutaan spesies flora dan fauna yang tidak terdapat di daerah lain.

Sebelumnya Menteri Kehutanan, Muhammad Prakosa, dan Menteri Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim, menentang keras permintaan Purnomo Yusgiantoro sambil menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir mengubah kawasan hutan lindung dan cagar alam menjadi wilayah pertambangan.

Namun berdasarkan kesepakatan yang dihasilkan pada Sidang Kabinet Terbatas, tanggal 6 Maret 2002, maka keputusan akhir diserahkan pada hasil pembicaraan dengan DPR.

Walaupun begitu, hampir dipastikan bahwa aktifitas pertambangan di kawasan hutan lindung akan berjalan mulus, karena Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti sudah memberikan lampu hijau.

Beberapa LSM, antara lain WWF Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Walhi, Yayasan Kehati, Mineral Policy Institute, ICEL dan Pelangi, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta (Senin, 11/11) menyatakan bahwa kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung dan konservasi secara keseluruhan harus dilarang.

Dalam konferensi pers tersebut, Chalid Muhammad dari Jatam mengemukakan beberapa alasan mengapa kegiatan pertambangan dilarang masuk hutan konservasi.

Pertama, adanya perlakuan tidak adil oleh pemerintah terhadap penduduk lokal. UU tentang konservasi melarang penduduk lokal melakukan kegiatan destruktif terhadap hutan lindung.

Namun ironisnya saat ini perusahaan tambang justru akan diberi peluang untuk melakukan kegiatan yang jelas-jelas sangat destruktif terhadap hutan lindung. Jika pemerintah memebrikan ijin kepada satu atau dua perusahaan saja, maka hal ini akan memberikan inspirasi kepada jutaan penduduk lokal, yang mempunyai hak secara adat, untuk mengeskploitasi hutan lindung.

Pemerintah seharusnya membenahi peraturan-peraturan mengenai hutan konservasi dan hutan lindung yang berkaitan dengan penduduk lokal. Penduduk lokal harus diinformasikan mengenai UU yang berkaitan dengan kehidupan mereka dan memberikan waktu pada mereka untuk berpikir apakah perusahaan tambang akan menguntungkan atau merugikan mereka.

Kedua, secara hukum tidak ada dasar bagi DPR untuk memberikan perijinan kepada perusahaan tambang. Perbuatan ini justru bertentangan dengan hukum karena UU yang berkaitan belum di cabut.

Ketiga, kekhawatiran pemerintah bahwa masalah ini akan diajukan arbitrase internasional oleh perusahaan tambang asing tidaklah beralasan. Menurut salah satu mantan anggota dewan arbitrase interanasional, kecil sekali kemungkinan kasus ini akan dimenangkan oleh perusahaan tambang, karena di dalam Kontrak Karya tercantum bahwa setiap perusahaan tambang harus mengikuti setiap peraturan yang berlaku di Indonesia, dari tahun ke tahun.

Justru jika Indonesia tidak dapat menjaga dan melestarikan hutannya yang merupakan bagian dari paru-paru dunia, pemerintah justru akan mendapat sorotan dari masyarakat internasional.

Selain itu, sangatlah keliru jika pemerintah, khususnya Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Manuel Kaisiepo, berpendapat bahwa Kawasan Timur Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi hanya dari kegiatan pertambangan.

Sebagai contoh, di Papua ada PT. Freeport, di Sulawesi ada PT. Newmont dan PT. INCO, di Kalimantan ada PT. KEM, tapi apakah daerah tersebut mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi? Justru sebaliknya, kawasan tambang memberikan konstribusi yang sangat signifikan terhadap kekerasan, pelanggaran HAM, berkembangnya penyakit AIDS, meningkatnya korupsi, kerusakan lingkungan yang luar biasa, dsb.

Sementara di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, selain UU No.41/ Tahun 1999 masih ada beberapa peraturan yang melarang kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung, yaitu UU No.5/ Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, intinya melarang berbagai bentuk kegiatan yang mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan pelestarian alam; dan Kontrak Pertambangan, yang di dalam salah satu klausulnya menyatakan bahwa force majeure meliputi:...perintah atau petunjuk yang merugikan dari setiap pemerintahan de jure atau de facto atau perangkatnya atau sub divisinya.

Lalu, jika pemerintah dan DPR tetap akan memberikan ijin pada perusahaan-perusahaan pertambangan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi, maka Indonesia, yang sebelumnya memiliki hutan nomer dua terluas di dunia, harus bersiap-siap kehilangan hutan beserta seluruh kekayaan keanekaragaman hayati di dalamnya.

Bagaimana Kondisi Hutan Kita?

Tidak semua negara di dunia ini bisa seberuntung Indonesia. Dengan posisi geografisnya yang terletak di khatulistiwa, sehingga alamnya subur dan kaya, menyebabkan Indonesia dapat memiliki hutan yang sangat luas dengan keanekaragaman dan kekayaan ekosistemnya. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki julukan negara dengan ‘mega biodiversity’.

Dengan keanekaragaman hayatinya, Indonesia tercatat memiliki sekitar 27.500 spesies tumbuhan berbunga (10 persen dari seluruh tumbuhan dunia), 1.539 spesies burung (17 persen dari seluruh burung di dunia), 515 spesies satwa mamalia (12 persen dari seluruh spesies reptilia di dunia), dan 270 spesies amfibia (16 persen dari seluruh amfibia di dunia). Hampir seluruh spesies tersebut tidak terdapat di negara lain. Hal ini menunjukkan pentingnya hutan lindung dipertahankan, bukan hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bangsa lain.

Sedangkan untuk hutannya sendiri, Indonesia memiliki seluas 120,343 juta hektar dimana sekitar 17 persen dan 23 persen diantaranya terdiri dari hutan konservasi dan hutan lindung, dan sisanya adalah hutan produksi. Sebagian besar kekayaan spesies yang disebutkan diatas terdapat di dalam hutan. Hal ini merupakan alasan mengapa bangsa Indonesia harus mempertahankan dan memelihara hutannya, khususnya hutan lindung dan hutan konservasinya.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya dilestarikan, justru laju kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia menyebabkan kondisi hutan di Indonesia sudah samapi pada tahap kritis, sudah pada titik yang tidak dapat diperbaiki lagi.

Dalam 10 tahun terakhir terjadi kerusakan hutan seluas 1,6 juta ha setiap tahunnya. Sementara data terakhir menunjukkan bahwa kawasan hutan yang telah rusak lebih dari 43 juta ha. Hal ini terutama disebabkan oleh penebangan liar, pembakaran hutan, perkebunan skala besar serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan HPH dan HTI.

Satu-satunya jenis hutan yang masih mempunyai harapan berada dalam kondisi baik adalah hutan lindung dan kawasan konservasi.

Hutan konservasi adalah kawasan hutan yang berciri khas tertentu untuk melindungi keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Sedangkan hutan lindung adalah hutan yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

Dengan keluarnya kebijakan pemerintah yang memberikan lampu hijau bagi kegiatan pertambangan di hutan lindung dan di kawasan konservasi, maka hal ini akan semakin memperburuk kondisi kehutanan di Indonesia. Lebih dari 100 kawasan hutan lindung terancam oleh rencana masuknya 150 perusahaan, dengan 22 perusahaan yang mendapat prioritas, yang akan membuka areal pertambangan di kawasan tersebut.

Jika mimpi buruk ini, yaitu berubahnya hutan lindung dan hutan konservasi menjadi areal pertambangan, benar-benar menjadi kenyataan, maka dihimbau kepada seluruh penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan, untuk segera datang berkunjung ke hutan-hutan di Indonesia. Bahkan kalau perlu berkemah di sana untuk terakhir kalinya. Sebelum pada akhirnya hutan di Indonesia beserta kekayaannya hanya tinggal kenangan. Sebelum nantinya kita, dan juga generasi mendatang, hanya bisa memandang hutan beserta isinya melalui foto-foto di majalah dan televisi.

-------------------------------------------------------------------------------
* PS : tulisan sudah dibuat pada sekitar tahun 2002, namun saya pikir masih relevan dengan kondisi sekarang. Ditengah carut marut negara ini, kepedulian berpikir seperti ini masih dibutuhkan. Seandainya memang hilang apa yang bisa kita wariskan ???

Saya sedih, sepertinya memang harus ada tindakan yang elegan dan super keras secara bersamaan untuk melawan hal ini.

Silahkan kunjungi link ini dan ini. Silakan lihat artikel dari walhi ini juga.

Referensi : greenpeace Indonesia.

No comments: