Definisinya kira-kira seperti ini;
Game1 —n. 1 form of play or sport, esp. a competitive one with rules.
Sampai saat ini, teknologi telah memungkinkan terobosan besar tentang media imajinasi yang saling terkait dengan interaksi. Game merupakan salah satu artefak abad 21 yang telah menghasilkan pemahaman besar tentang nilai spirit juang dalam sebuah daya interaktif buatan. Abad teknologi telah menciptakan peradaban terpenting dalam hidup manusia, manusia menciptakan ketidak pastian interaksi kedalam suatu dunia buatan. Game saat ini, telah berkembang menjadi industri, struktur dagang dan infrastruktur produk yang dibayangi oleh upaya memenuhi hasrat persaingan dalam diri manusia (modern) (game peperangan seperti Doom, Painkiller, Wolvenstein dll ), kekuatan (God of War, Halo2), teka teki dan petualangan (Prince of Persia: Warrior Within), kuasaan (Blietzkrieg, Rome Total Empire), hasrat maskulinitas dan kekerasan (Max Payne), libido (Leisure Suit Larry) , keingin tahuan hasrat memperindah secara fisik (beauty oriented), Horror dan kekerasan (Cold Fear, Silent Hill, Manhunt) hidup ideal, keinginan untuk yang tercepat (Need for Speed Underground: Most Wanted)dan tangan-tangan sang Pencipta (the Sim), sampai keinginan terdalam untuk merusak tatanan ideal dalam masyarakat (depraved desire) , lihat game seperti Grand Theft Auto. Dengan kata lain, imajinasi tentang kuasa diri manusia dalam apapun merupakan fantasi terdasar dalam perkembangan Game. Skenario untuk menjadi ‘robot’ dalam dunia yang tidak nyata. Dan memang ada produser yang memproduksi dan menjajakan mimpi tersebut.
***
Game sejatinya adalah permainan. Yang membutuhkan lebih dari seorang untuk menghasilkan interaksi yang terkait dengan apa yang ingin disampaikan. Muatan selanjutnya adalah pemecahan masalah, solusi dan interaksi manusia. Namun perkembangan selanjutnya adalah hawa teknologi. Yang memang tak bisa dipungkiri.
Game adalah kaki tangan produk elektronik dan nilai dagang (lihat produk seperti Sony Playstation, Sega, Atari, Nintendo), produk yang memfasilitasi tempat untuk meliberalisasikan kekerasan, persaingan dan rasa kompetitif dalam diri manusia. Game bahkan dapat menciptakan ketergantungan, kebutuhan dan kehilangan dengan interaksi sosial sesungguhnya. Manusia memang makhluk masyarakat yang memiliki jaringan, kebutuhan dan tatap muka sebagai nafas dinamika kehidupan. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, game (media) secara perlahan mengambil alih hal tersebut, dan mengintegrasikan kepentingannya dalam dunia virtual. Banyak hal postif maupun negatif yang dihasilkan oleh media ini. Selayaknya sebuah ideologi, yang dimampatkan dalam wujud bentuk dan bisa mengeliminasi kepentingan sosial. Media saat ini memang sangat ramah - dan menusuk dari belakang.
***
Permainan semenjak saya kecil, amatlah berbeda dengan saat ini (maklum besar di kampung). Wah rasanya amat kelewatan dan tidak perlu dipertanyakan, membandingkan esensi gobak sodor, layangan dan ketrampilan dalam gamewatch ('gimwot keliling' tarif 200 perak sekali main) atau ke pusat ketangkasan game di pasar-pasar yang banyak diisi oleh remaja-remaja tukang palak uang recehan, untuk dibandingkan dengan ketangkasan menguasai permainan di GameBoy, saat ini.
Waktu dan masa yang telah berubah. Itu mungkin belasan tahun yang lampau. Sekarang kultur menjadi sangat progresif dan populis. Banal atau kedangkalan adalah kedalaman yang sangat lumrah. Nilai relatif menjadi nisbi dan bukan sekedar ilusi belaka. Ketika generasi sekarang asik menempuh intensitas gadget (playstation, nintendo 64, game boy, PC game) dalam usia dini, maka perlahan tapi pasti perubahan nilai dan cara pandang akan sebuah kompetisi dalam diri manusia telah jauh berubah. Untuk menyicipi permainan lompat tali, apakah mungkin masih ada dibenak para generasi muda, generasi dunia virtual saat ini? Realita dalam layar kaca adalah apa yang dipercayai. Manusia hidup dalam memelihara kompetisi, persaingan. Ketika ada etika, agama dan tatanan sosial yang mengharuskan manusia memiliki toleransi dalam hidup, maka endapan terdalam diri, rasa dan saling menguasai suatu unsur dipendam dalam-dalam, demi menuruti hasrat toleransi tersebut. Imajinasi liar dalam penyelesaian masalah diadaptasi dengan kemampuan manusia dimasanya.
Semenjak pertama kali olah daya kecerdasan dan pencarian suatu masalah dalam solusi, dimasa ribuan tahun silam (sejarah permainan), sampai masa digital awal di pertengahan tahun 50 an, dimana manusia mensimulasikan diri dalam citra yang saling terkait dengan wahana dan ujicoba, mode permainan telah sukses menembus batas impian dan imajinasi manusia. Simulasi, yak memang hal inilah yang mendorong manusia memiliki kemampuan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Kemampuan, sampai pada yang yang heroik sekalipun dalam game, adalah upaya memberikan solusi penting.
***
Game adalah alam nyata dalam imajinasi yang dibekukan dalam keadaan sebenarnya. Sebuah realita yang dimampatkan dalam sekeping cd, dvd, dan data digital. Penciptaan kenyataan yang dihantam dengan simulasi dan artefak yang tidak lagi menyisakan ruang bathin untuk lebih menciptakan fantasi imajinasi personil. Manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam kuasa imajinasi, tanpa mewakili pribadi secara nyata, bersentuhan dengan realita ilusif dalam jaringan. Benar adanya, sudah hilang upaya untuk memelihara persaingan dalam kenyataan. Berganti dengan kenyataan yang tidak nyata.
Generasi yang dalam ke ambang-sadaran atas realita yang tertaut dalam dunia layar kaca amat jauh dengan rentan waktu yang bisa dibilang sangat pendek. Generasi yang setiap 5 tahun mengalami perubahan orientasi. Lebih lambat daripada percepatan teknologi itu sendiri yang dalam kurun waktu bulanan.
Saya sendiri penyuka game, untuk sampai saat ini, rasa-rasanya game adalah candu yang sangat bertolak belakang dengan eksepsi kaum puritan dalam melihat pemecahan masalah etika, moral dan pendidikan. Kemapanan moral suatu sistem, mungkin tidak akan terganggu oleh sekedar dan secuil game, namun percayalah, anak-anak adalah sebuah kanvas bersih yang kerap di isi dengan realita hidup secara mendasar secara perlahan, dan masuknya aspek moral dalam media permainan virtual ini sangat labil dan sangat rentan ....
Apa artinya batasan usia jika bajakan sudah demikian mudah didapat.
Sampai saat ini, saya tidak tahu lagi batasan yang tepat untuk hadir dalam laju perkembangan game ini, kecuali kemampuan hardware yang rasanya semakin kuno, dalam waktu bulanan. Kenapa saya jadi ribut gini???
lihat : EA dan Sierra
*************
Aspek seni dalam game? ntahlah. Bagaimana Aspek Game dalam sudut pandang seni? yang pasti semua sudah dimanipulasi dengan yang disebut CG. Kecuali sebuah karya seni kontemporer tahun 90-an yang cukup terkenal, karya Feng Mengbo, dengan judul: "Taking Mt. Doom by Strategy CD-ROM". Dia mungkin bisa jadi the next Nam June Paik.
cek ini deh : ++)
No comments:
Post a Comment