Friday, September 16, 2005

Baraka (1992)

Image hosted by Photobucket.com“Baraka”, (1992)
The World beyond Words
The Story of Our Planet, Human Interaction with it seen trogh images sound and music.

Sutradara: Ron Fricke, Musik: Michael Stearns, Mark Magidson Production.

Saya akan mengulas sebuah film lama, yang tanpa sengaja saya lihat kembali.

Rasanya, film ini sangat unik, sang sutradara sangat mempercayai bahwa visual merupakan dialog hidup yang tidak akan pernah berhenti bahkan sampai film itu tamat sekalipun.

Baraka, sebuah film yang dilakukan pengambilan gambarnya di 24 negara. Tanpa aktor, plot cerita ataupun sepatah kata atau bahkan sedikitpun dialog tertentu didalamnya. Semua yang tersaji begitu dahsyat. Rangkaian cerita lewat gambar bergerak dengan nuansa megah dan makna besar yang terkandung di dalamnya.

Image hosted by Photobucket.com

Sejak dikembangkannya teknologi dalam film, film pada akhirnya merupakan suatu perwujudan realitas dalam sebuah media, yang merupakan hasil karya ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil peradaban dan kemajuan imajinasi manusia terhadap apa yang telah terjadi, sampai saat ini. Film, merupakan sebuah mimesis. Dan melihat film Baraka ini, dalam hal ini telah menjadi suatu pemaparan tentang peristiwa apa yang telah terjadi dalam sebuah dunia nyata manusia dan bumi. Tanpa kita sadari, muatan realita dan masalah yang muncul malah menimbulkan sensasi yang menuturkan sebuah proses dialogis, tanpa wujud manusia, peradaban dan tempat di mana telah ber-miliar miliar tahun menjadi satu pijakan akan kehidupan, yakni bumi ini sendiri.

Manusia adalah apa adanya, kehidupan dipuncak tertinggi di dunia (Himalaya) sampai aroma tropis alam Bali dan wajah penduduk Indian Amazon, menafsirkan ulang suatu definisi atas rantai panjang asal usul identitas manusia bumi ini, yang niscaya sangat beragam.

Hakikat manusia dan peradabannya, serta dialog panjang antara penghuni bumi ini dengan apa yang di sekitarnya telah membuka mata kita. Tanpa harus membuka statement apapun. Kita akan menyaksikan suatu proses panjang eksistensi manusia dan bumi sebagai suatu wujud akselerasi kehidupan, yang di simbolkan lewat kehidupan agama, modern, kaum urban, modernitas, ilmu pengetahuan, kemiskinan, keindahan alam, kemarahan dan segala wujud ekspresi tunggal terhadap pernyataan yang berkaitan dengan empati akan sekitar.

Image hosted by Photobucket.com

Seakan membuka mata, bagaimana sebuah kehidupan bermula. Sebuah pernyataan manusia yang terus menerus mengeksploitasi sekitar kenyataan dalam keseharian kehidupannya. Menafsirkan suatu wujud tunggal, manusia sebagai penguasa. Dan mempertanyakan bagaimana semua itu dapat terjadi? Apakah hal tersebut merupakan sesuatu yang telah di rencanakan sebelumnya? bagaimana hal tersebut bisa berawal dengan sempurna? bagaimana sesuatu tersebut dapat memiliki kemiripan dengan alur kehidupan manusia? dan apa yang mendasari hal tersebut sehingga semua ini bisa terjadi?

Semua visual yang nampak terlihat berkaitan dengan sisi pencapaian peradaban manusia, baik aspek fisik wujud kemajuan dan problematika saat ini. Mulai dari visual tentang kemiskinan dan problematika sosial di negara dunia ke tiga seperti Asia dan Amerika Selatan, aktivitas manusia dalam nafas religius atau menjalankan keyakinannya di belahan dunia, bahkan sampai ke dalam geliat kehidupan kaum urban kota megapolitan seperti Tokyo dan New York. Bahkan ketika adegan dibuka dengan visual kera gunung Fuji yang sedang berendam air panas, sound yang berkesan megah, nuansa dialog visual yang kuat sudah sangat terasa. Sampai beberapa adegan menarik ketika secara tidak sadar muncul perbandingan dalam adegan menarik, tentang produksi raksasa pembiakan anak ayam dengan padatnya kerumunan orang menuju subway di Tokyo.

Dimulai dari alam dan berakhir kembali ke alam. Mitologi mitis, dari masa ke masa dan mengubah wujud sejarah manusia.

Melihat film ini, kehidupan manusia adalah dialog, dan manusia itu sendiri menjadi sebuah sistem mekanis yang tercipta oleh alam. Film ini sangat menarik, sungguh filosofis. Sayang, lebih cocok diputar di bioskop atau layar besar rupanya, nonton di TV kecil, ya mana enak ...

No comments: