Friday, July 15, 2005

Yue Minjun

Saya sampai kini selalu meyakini bahwa kondisi sosial yang berjalan dalam tekanan dan pengekangan terkadang menghasilkan suatu letupan pemberontakan dalam ranah wilayah kreativitas yang amat menarik. Berbeda halnya dengan situasi dan kondisi yang mengalami keteraturan dan tingkat kelayakan yang tinggi, hal tersebut malah mengekang pola kreatif untuk terus bergulir dalam kandang, alias stagnan. Demikian, sejawat kita yang ada di negara-negara yang tertutup, susahnya akses komunikasi dan orientasi politik yang keras, alhasil mereka malah mencuatkan beberapa nama dan menghasilkan seniman-seniman (negara timur jauh) jempolan yang kerap mengedepankan hal-hal tematis dan realistik. Tengok saja bagaimana kebangkitan kancah seni rupa Vietnam, Filipina, Cina dan negara-negara lainnya.

Image hosted by Photobucket.com
Forbidden City, Oil On Canvas, 220x280 cm, 1998

Hal itu yang saya lihat pada karya karya seniman Cina yang cukup terkenal saat ini, Yue Minjun (b.1962). Keterbukaan atas konsep dan pemahaman diri sebagai generasi yang muncul setelah kebebasan ekspresi yang diperjuangkan di tahun 1989, di Cina, yang terkenal dengan tragedi Lapangan Merah tersebut, malah menghasilkan keterhubungan gerakan avant-garde dalam seni lukis. Untuk kemudian muncul pertama kalinya pameran seni kontemporer dan korelasinya dengan realisme sosial saat itu yang menghubungkan konteks politis atas kesadaran akan hilangnya idealisme generasi muda ditunjang situasi gonjang-ganjing di negerinya saat itu. Hingga kini, kondisi Cina sendiri malah menunjukkan kemajuan luar biasa, dalam segala sektor yang selalu menunjukkan sisi ironis, bahwa di dalam kemajuan pesat dibidang ekonominya tersebut, terdapat pula kondisi bobrok dalam lingkup ekonomi masyarakat kebanyakan. Terciptalah jurang sosial yang sedemikian besar, mencakup keprihatinan akan serbuan budaya, pengaruh barat, timpangnya pemahaman akan rasa nyaman secara ekonomi yang melandasi kehilangan pegangan diri sebagai seorang warga cina dan lainnya. Pendek kata, sesuatu yang menjadi representasi dari keadaan lingkungannya (sosial dan negaranya) merupakan pola ideal bagi Yue Minjun untuk menuangkan karyanya.

Image hosted by Photobucket.com
The Last 5000 Years, Resin, keramik-Instalasi, 2000

Dia sendiri menyebut aliran dan gaya yang dipajang dalam lukisannya, sebagai Cynical Realism. Mentertawakan diri sendiri dan memposisikan sebagai objek penderita. Objek satir dengan wujud yang digambarkan secara over, malah memunculkan pemahaman atas objek penderita. Dalam hal ini, kritik yang mencuat adalah pola pemahaman objek sebagai simbol apapun. Figur apapun, dilabrak dalam tema ini dan sejujurnya tema ini bukan hal yang menarik (karena telah banyak diadaptasi dari dahulu semenjak perkembangan sosial realisme di Barat) jika Minjun bukan berasal dari Cina, atau negara-negara Asia lainnya. Hal ini yang menjadi daya tarik akan permasalahan tema dan penyentuhan masalah dalam menunjang Cina diperhitungkan dalam peta wilayah seni rupa modern.

Image hosted by Photobucket.com
Red No.3, Oil On Canvas, 2000

Melihat karyanya, baik 3 dimensional dan lukisan, pada awalnya bertabiat untuk mengedepankan kelucuan (yang tak lucu), karena mungkin dia terinspirasi oleh cover buku-buku (maunya lucu) “Mati Ketawa ala (blablabla)”, yang versi Cina. Tertawa terbahak-bahak sampai memerah. Mungkin lama kelamaan jadi objek yang muncul terkesan sinis, getir dan takut. Dengan dimensi karya raksasa, sejauh ini parodi yang sinis ini berhasil menembus pemahaman baru akan wilayah tematik yang lebih dalam, dibanding selaput klasifikasi kontemporer belaka.