Kuasa - bagi hal tertentu , sebenarnya inilah wujud kondisi strategis dalam masyarakat.
Kuasa
Ini menjadi suatu kata yang terngiang ngiang di benak saya selama seminggu ini. Kuasa, atau power. Semacam integritas, jika di tarik dalam sektor integral, yang nampak dalam dominasi beberapa individu terhadap sebagian orang. Sang Penguasa. Dan kekuasaan, terhadap wilayah, institusi, publik dan individu. Sejauh mana kekuasaan di batasi oleh hierarki, ternyata telah terbayang semenjak konsep kenegaraan berdiri.
Semenjak kasus heboh konfrontasi perbatasan malaysia dan Indonesia, saya merasa ada perbenturan 'kuasa' wilayah. Dominasi dan hegemoni suatu ambang batas yang di sebut berdasar faktor secara fisik. Kuasa ternyata jadinya lebih nampak pada wilayah fisik dan ideologi di bandingkan. Ternyata hal ini jelas sekali, situasi, wilayah dan penamaan suatu kondisi tertentu. Dimana tanpa di sadari kuasa individu, media dan institusi dan jutaan pemaknaan kuasa tersebut bertebaran di sekeliling kita dalam wujud 'non-fisik'. Kita ternyata dididik untuk kelak menjadi penguasa 'kecil' dan 'besar' nantinya. Humanitas yang di arahkan mengendalikan naluri 'kuasa'.
Lihat, media, dengan kuasanya. Menciptakan berbagai macam pembenaran dan realita yang membentuk opini publik. Hal ini tentunya sudah basi jika masih dibahas saat ini, tapi itulah kenyataannya. Kuasa sosial juga yang menentukan untuk ikut arus atau tidak. Intelektualitas dan eksistensinya terkadang rancu dengan arus dan pembentukan makna berpikir. konteks ini, rasanya sudah di mulai sejak masa masa arketipal.
Kuasa, adalah sebutan tentang kondisi strategis terhadap sebuah situasi di masyarakat. Ingat, titik ini menjadi baku dengan adanya kebutuhan individu lain untuk di'kuasa'kan. Sekali lagi kuasa di pakai dengan membutuhkan orang lain. Yang tentunya sebagai objek pelengkap.
Mungkin saya jadi berpikiran, jika kita perlahan lahan menjadi rejim terhadap diri sendiri, sekeliling kita dan orang lain, kuasa tak lagi nampak sebagai interaksi awal individu. Namun mulai berubah menjadi sosok dominasi mengerikan yang di dukung institusi yang dalam hal ini adalah resmi, negara (kasus penganiayaan warga sipil oleh aparat negara).
Kuasa, bukan kwaci, kuaca dan kuampret, apalagi 'Kuas...A'. Jadi sebuah tolok ukur bagaimana kita untuk menjembatani hal ini, saya rasa. Jembatan untuk berkomunikasi dengan baik dan saling mengerti di gantikan dengan tujuan dominasi ideologi dan saling mencengkram alam pikiran masing masing, diplomasi di upayakan dengan dua sisi, pamer kekuatan dan intelektualitas. Satu kata ketika salah satu dari hal itu menemui jalan buntu... perang ! , libas beybeh ! demi kekuasaan orang rela bertahan ...
Semoga hal ini berwujud dalam takaran yang lebih baik. Sistemik dan tidak sekedar di tuliskan dalam konsep epistemik.
(saya teringat lagu band JERUJI, yang berjudul, "LAWAN", dan tentunya analisa dari mbah Foucault selain sex, yakni kuasa dan ideologi)
4 comments:
Yuyi, sejarah akan ditulis oleh yang menang, tidak peduli apakah itu pihak yang benar atau yang salah. fight & war, they're not answer the question, i believe.hehehe..jero euy! *wentjeh*
eitsss ..wentjeh ....sejarah selalu di tulis ama barat ....sial .....
jadi? barat berkuasa?
yang 'menang' maksudnya, budaya dokumentatif mereka sudah setua dan setara dengan bangsa cina ...
Post a Comment