Thursday, March 03, 2005

Sementara Jalan di Tempat.

Kok bisa bisanya saya tambah pusing setelah membaca buku?,membaca buku buku pengantar teori?,melihat televisi ?,membaca berita di koran koran dengan analisa sepihak setiap hari ?, bosen harga harga naik semua?, mulai banyak makanan sampah tiada gizi sampai hari ini ?, mencaci maki band Simple Plan ? dan lebih parah lagi ikutan menganalisa pemikiran Nietschze. Wakssss ....!!

Sesuatu yang bikin jadi malas. Apakah filsafat itu tentang berpikir?. Benar adanya hanya kerjaan orang orang kurang kerjaan yang mau mikirin hal hal gak penting (Seandainya ini di tarik dan di bentur benturkan dalam wilayah pragmatis). Memang itulah tugas pokok filsuf, mikirin sesuatu ampe gak bisa di pikirin lagi.

Wilayah Filosofis

Memfilosofikan sesuatu seperti biasa berakhir pada keresahan. Sesuatu yang tak berujung dalam ladang pertanyaan. Itu seakan menegaskan hakiki, eksistensialitas manusia jaman sekarang. Dan sekarang para filsuf eksistensialis cenderung menganggap filsafat sebagai disiplin-studi biasa yang meliputi hampir segala hal yang dapat membantu kita menjalani hidup dengan lebih benar atau lebih "otentik"; namun celakanya dalam prosesnya, tulisan-tulisan yang mereka susun tentang kehidupan semacam itu acapkali gelap sekali, sehingga pembaca awam amat kesulitan dalam memahaminya. Makanya banyak yang jadi pusing bacanya.Termasuk kita kita.


Seandainya filsafat dan ganja bisa berteman ..hehe

Sementara memaknai diri sendiri sebagai wujud keberadaan manusia dan mempertanyakan ke'aku'an dan sekelilingnya malah menjadi filsafat lama yang kerap di bahas dari ribuan tahun yang lampau, semenjak jamannya Socrates, Aristoteles sampai sekarang eranya Arjen Robben dari Chelsea dan Ronaldinho dari FC Barcelona (lho?). Sudah terlalu kompleks dengan keadaaan yang terjadi di saat ini. Manusia sudah dianggap sebagai yang lain dan 'liyan'. "liyan' alias the other.

Mungkin ini sebagian kecil dari nilai nilai akumulatif dan friksi ilmiah akan upaya mempertanyakan kenapa kita begini dan begitu. Sudah semenjak kita belum di rencanakan di lahirkan pun, para penulis dan pemikir pemikir sinting itu sudah setengah mati menentang eksistensi kekuatan dan wujud lain di luar manusia. Yang kemudian di metaforakan sebagai subjek penelitian yang luar biasa kompleks.

Wilayah Pragmatis

Ini bisa jadi sebuah wilayah yang kerap memiliki kedekatan dengan realita. Perbenturan hal hal yang paling hakiki. Manusia mengalami pasang surut dalam berbagai tingkatan akan keutamaan, menafikan wilayah instingtifnya. Sekali lagi tekanan dan dorongan berjalan dalam wilayah kehidupan selalu ada. Insting bertahan.

Namun itulah sesuatu yang menjadi kepentingan dan keleluasaan nilai sepihak. Selalu mengalah dan melihat kenyataan. Seandainya bisa menghantam realita dengan realita terbaru . Layaknya pergulatan Posmo. Ketika di tarik lagi lagi ke wilayah pragmatik, selalu di tanyakan, " Buat apa sih ? gak penting banget ... hidup udah susah ..BBM naek lagi, emang belajar tulisan para pemikir bisa bikin kita hidup ??"

Waduh, segala di benturkan dengan keadaan seperti itu ya jelas aja, manusia kembali ke insting perut untuk bertahan hidup. Bukan untuk berbuat sesuatu dengan hidupnya. Baudrillard mungkin jadi bete denger ada orang ngomong gitu. Pak Bambang Sugiharto bisa mencak mencak denger ada orang ngomong gitu ..hehehehe.


Menganalisa wacana praktis manusia dengan alkohol . .

Hidup dalam mitos, ternyata mengolah daya imajinasi lebih lanjut. Itulah yang dilatih dengan mengandaikan wujud imajinasi dalam berkarya . Menulis, melukis dan mengomentari orang sekalipun sudah merupakan kuasa hasrat semenjak manusia di cptakan. Menilai orang lain di luar wilayah barat, dalam khasanah Antropologi, Orientalisme dan lain lain sekalipun, sudah menjadi tabiat peilaku keilmuan yang di dasarkan pembelajaran ‘liyan’ ini.

Dan rasanya, belajar tentang filsafat tidak hanya berkenaan dengan persoalan teoretis abstrak yang berkaitan dengan metafisika, epistemologi, logika, dan penggunaan bahasa, tetapi juga dengan persoalan praktis yang lebih konkret, semisal yang berhubungan dengan ilmu dan moralitas. Ini mendasari berbagai macam juta hasil pemikiran yang di rasa memiliki pertanggung jawaban. Kompleksitas pertanggung jawaban baik secara ilmiah dengan tingkatan tingkatan tertentu sampai di depan publik awam . Orang orang seperti ini memiliki keberanian yang luar biasa, kiranya.

(Saya pikir sudah saatnya kita tidur saja ..grook ..)

7 comments:

/ n i k k / said...
This comment has been removed by a blog administrator.
wahyudi pratama said...

idihhh Nikk jadi bijak idih ...hahaha

Syahrani AR said...

Waduh saya ga jago gitu2 yud :D

/ n i k k / said...

Saya setuju. Walaupun kiblat filsafat sekarang ke arah barat, mending pemakaian khasanah pemikiran tetap berpijak pada 3 unsur, yaitu realitas, mata hati, dan akal sehat.

Aduh senangnya jadi orang hebat. Mari jangan cuman jalan di tempat.!

wahyudi pratama said...

tenang Ran ...ini tulisan yang mengandung keresahan hehehehe artinya saya saya juga bingung kok bisa nulis begini hehehe

/ n i k k / said...

ah Mbah Kere, saya kan masih miskin, masih belum mampu beli GPS yang katanya cuman bersifat sepihak itu. Dapetin daun syurga pun masih ngemis-ngemis, apalagi disuruh beli... emangnya saya siapa? Kalo orang pintar sih beda.... :P

wahyudi pratama said...

ngemis kok minta daun surga ..... daun pisang mau gak ...