Friday, April 08, 2005

Kamera

Dokumentatif dalam format realita sebagai milik pribadi.

Yah begitulah, semenjak diketemukannya teknologi untuk kamera itu sendiri. Runtutan histori tentang capture realita tergantikan secara revolusioner. Sesuatu yang meninggalkan jejak tegas dalam perkembangan ke arah penggambaran realitas. Semenjak Nicephore Niepce, seorang kimiawan Perancis penemu teknik fotografi, terlahir ke dunia. Dia adalah orang pertama yang menemukan bahwa citra yang dibentuk di bawah cahaya matahari dapat dipertahankan dengan cara melapisi sebuah plat logam dengan bitumen, sebelum menempatkannya di dalam kamera obscura untuk memperpanjang usianya. Dan pada tahun 1827, Niepce melakukan kerjasama dengan Daguerre dan berhasil mendesain kamera foto pertama.


View from His Window at Le Gras,1827,Joseph Nicéphore Niépce

Dan itulah, foto pertama di dunia tercipta. Karya Niepce, View from His Window at Le Gras (1827), dan Boulevard du Temple Paris (1838) karya Daguerre adalah tentang kota. Sebagai objek pertama yang diangkat. Sebuah upaya mencitrakan manusia dalam keramaian. Dengan kota sebagai wujud utama yang menempatkan manusia sebagai pendukungnya. Objek sejarah. Dengan menjadikan kamera sebagai alat identifikasi di mana publik, manusia atau spektator akan merasa pengalamannya terepresentasikan.

Semenjak itulah alur perkembangan pemampatan cecitraan sebagai objek historis mulai berlanjut sampai sekarang.

Jadi?

Realita dapat dibekukan, disimpan dan dimaknai sebagai catatan penting tentang sejarah. Semenjak adanya kamera dengan format film, video kamera dan terkini adalah teknologi digital, sebagai lambang upaya jaman. Dengan kemudahan tersebutlah maka sisi historis dimaknai sebagai keseharian. Untuk sebagai upaya mengingat kejadian terpenting . Sebagai catatan jaman, selama wujud fisik dokumentatif itu bertahan sekuat mungkin.

Merekam kejadian dalam format lintas dimensi dan audio sebagai dimensi suara, melintasi nuansa gelombang udara dan video sebagai sebuah momen yang dibekukan dalam kepingan data digital (untuk saat ini). Hiruk pikuk kenyataan yang dibekukan juga pada akhirnya.

Dan kemudian, kekuatan audio serta visual yang hadir dalam sebuah gambar yang begerak , dapat memunculkan berbagai penafsiran serta inteprestasi baru dari realitas yang ditangkapnya.

Selanjutnya, bagaimana medium ini dipresentasikan sebagai sebuah medium pencatat? Apa saja kemungkinan yang dapat digapai oleh medium ini?. Terlebih, bagaimana medium ini dimanfaatkan oleh sebuah komunitas atau kelompok masyarakat tertentu guna merekam, mencatat, akankah kemudian menjadi sebuah manuskrip dari dan untuk semua yang dikemudian hari akan menjadi sejarahnya sendiri?

Ya...sejarah sendiri akan mencatat. Tak lebih untuk dibaca dan dikenang saja.

Imaji yang dibekukan lewat kamera kemudian menjadi saksi bisu yang sarat dengan nilai historis. Sebuah alat yang nantinya sampai saat ini pun dipakai untuk dikendarai berbagai macam tatanan ideologi, propaganda keseharian, cinta, kenangann, institusional, momen bersejarah, hiburan, perlombaan fisik, pornografi, kriminalitas, politis, dan alat perpanjangan tangan aparat negara. Dan masih banyak ditunggangi kemungkinan lain sebagai wujud fisik cita rasa alat sebagai perpanjangan tangan memori dari manusia.

Kebenaran bukan nilai hakiki, kebenaran telah menjadi nilai fungsional. Sekedar catatan yang didaur ulang dengan teknologi sebagai ide saat ini membalikkan lagi konsep tunggal sebagai milik semua. Memori dapat di tandai kembali dalam album kenangan dalam diri masing masing. Bahkan dapat menelusuri kedalam wilayah pribadi masing masing individu. Dan dapat mengalami pengalaman secara fisik maupun batin.

Demikian jika sama halnya gagasan para filsuf modern yang menganalisa imaji, baik dalam aplikasinya hingga saat ini. Seakan akan semua yang ada dibalik gambar dapat di ketahui. memunculkan gagasan tersendiri. Gagasan-gagasan para filsuf modern itu kerap tidak nyaman di telinga para penjaga status quo(!): kedengaran 'subversif' bagi rezim politis, 'biadab' bagi ortodoksi agama, dan 'sinting' bagi mediocrity. Namun merekalah yang membuka jalan bagi kebebasan berpikir. Dengan mencermati fenomena teknologi, makna dan acuan populis yang diciptakan oleh revolusi imaji dan cecitraan inpipun. Elemen kesadaran modern itu dalam berbagai ajaran, mulai dari humanisme Renaisans, rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, materialisme,romantisme, dan positivisme dapat terkuak dengan menganalisa imaji, cecitraan yang dihasilkan oleh sebuah benda yang disebut kamera. Dalam hal ini berawal dari sinilah, sampai sebuah teknologi yang nantinya akan terus berkembang menuju pembaruannya. Sebuah cecitraan alat sebagai produk peradaban dan teknologi hingga terkini.

Yang meninggalkan ruang kosong untuk diisi oleh kita selaku manusia.

2 comments:

triesti said...

yud, camera obscura bukannya dari jamannya leonardo da vinci dah ada? Even vermeer udah pake camera obscura.

wahyudi pratama said...

emang iya ..udah dari jaman hong kok cuma mungkin disempurnain lagi di masanya mas Niepce dan partner