Thursday, January 27, 2005

Penghinaan Terhadap Akal Sehat

Muda, Kaya raya Rumah sampe mirip istana , Hidup penuh hura hura, SMA gak pernah belajar tapi pacaran melulu ampe Hamil, Kuliah bajunya kayak kaos kaos gaul kelas emperan warnanya dengan make up stebel 3 cm dan gak pernah belajar pula, Tiap Nelpon gak pernah gak nyambung, Kalo di rumah dandan make up setebal 5 cm ( lebih 2 cm dari anak kuliahan)plus rambut disasak setinggi menara petronas, belum lagi kalo nangis nangis, orang susah kok bersih tampangnya, di kejer kejer di hutan dandanan masih rapih dan trendy, Hantu yang udah nyeremin pasti ketawa dulu ( kenapa sih pake ketawa duluan dan belakangan ???)...ah ...

Berlebihan tapi lucu .... bikin ngakak tapi selalu hadir dalam lintas realita masyarakat dan kita sendiri.

Yah itulah sekelumit tulisan tentang apa yang di sebut sebagai "penghinaan terhadap akal sehat" di dalam tayangan televisi, terutama cuplikan dan tematik beberapa produk sinema elektronika yang kerap di sebut sinetron. Terus terang pengulasan tentang hal ini mungkin udah ribuan kali dan masih saja di bahas, mengingat adanya celah euforia kebebasan media di tanah air hingga kini yang masih merayakan hal tersebut.

Tentang kuasa media ? sudah saya tuliskan dan mungkin masih menunggu kesempatan untuk di tambahkan lagi.


Yasumasa Morimura, An Inner Dialogue with Frida Kahlo (Skull Ring), 2001 - digital manipulation

Bukan tak mungkin bahasan dalam tulisan saya di blog ini sudah merupakan kesekian kalinya akumulasi titik jemu dan non -keberpihakan terhadap dimensi sosial dan ( kultur hiburan ) industri di tanah air berulang.

Jika di sebut ini untuk lapisan kalangan bawah sekalipun,saya anggap ini bukan pembelajaran yang sehat sama sekali. Upaya mereduksi mimpi mengakibatkan beberapa kalangan bawah mengubah upaya pandang hidup ke arah material, aseli terbebankan materi untuk mengejar Hidup Gaya ...( doh ..)

Ini yang menjadi acuan, suatu hal yang lebih terkait dengan manipulasi cara pandang. Secara diam diam penetrasi alam bawah sadar dengan reka konstruksi mimpi lebih berbahaya dan yang pasti, ketidaksehatan dan pembodohan diam diam merebak lebih jauh.

Tanpa kita sadari.

bagaimana dengan ekspektasi dari masyarakat itu sendiri ?

Untuk menjelaskan dari segi teori komunikasi sekalipun, hal ini dianggap sebagai pendangkalan pola sistemik terhadap audiens.Perwajahan dan fase industri hiburan erat kaitannya dengan nihilitas logic-itu mungkin bukan hal yang pasti namun lebih kepada penyelesaian skema tertentu di dalam masyarakat. Sebuah hal yang menjadi ketertarikan terhadap "estetika" yang di apresiasi secara luas lewat media.

Realita dan keadaan sosial hingga kini, jujur saja upaya kita sebagian untuk melakukan riset menumbuh kembangkan ( bahasa orba banget sih )apapun termasuk tema yang sesuai untuk hal ini, ternyata di potong dengan afiliasi kalimat tenggat waktu : " ya sudahlah, seadanya saja, ini kan buat orang banyak ....".Kuasa institusi dan budaya di masyarakat yang sudah akut.

Emulasi kritis yang di mampatkan dan di bekukan.Dimensi lain kebekuan wacana berpikir, sesuatu yang akhirnya mengacu pada pola percepatan, dinamika dalam konteks global, masyarakat, sosial industri dan informasi. Proses yang di abaikan.

Itulah, skema politis telah di jalankan secara sadar sampai hal sekecil apapun dalam menginfiltrasi pihak lain , yakni kalangan luas.

Mungkin jika di sebut "menyingkirkan" estetika dan memuaskan kebutuhan hiburan untuk Homo Faber ( manusia sebagai pekerja), persoalan akan selesai sampai disini. Tamat tanpa tendensi untuk lebih kritis.Dan saya akan mengutuk betapa bodohnya saya telah menulis hal ini :P

Dan saya teringat untuk tidak melewatkan hal lain, yakni Dimensi lain dalam ber imajinasi.

Imajinasi, betapapun membutuhkan kesadaran logis untuk di taklukan. Seliar apapun inteprestasi dari tulisan seorang Umberto Eco dalam menafsirkan puluhan Semiologi tanda dan imajinasi kehidupan Biara dalam novel " The Name of The Rose (1980)" harus tunduk dalam skema aturan main dan bingkai sinema di filemnya yang berjudul sama,(yang di bintangi Christian Slater dan Sean Connery), dan diikuti berikut berbagai macam kesadaran mengolah secara cerdas, untuk memberikan catatan yang baik bagi semua kalangan penikmat film yang memang di tujukan dalam wadah yang jelas.

Seliar apapun drawing, "sampah" imajinasi seorang Tisna Sanjaya dalam merepresentasikan carut marut dunia politik dan kekerasan masyarakat pun, masih di gambarkan dalam koridor yang jelas, yakni karya seni dan memberikan jarak yang aman bagi publik, walau kadang kebablasan juga (kasus pembakaran itu ..no komen deh).


Yasumasa Morimura/Vermeer Study (A Great Story out of the Corner of a Small Room) 2004 /digital manipulation/print

Persoalan belum selesai, lipatan dan geliat futurisitas masih berlangsung dalam hal ini. Kepentingan untuk lebih kritis menjadi tantangan kedepannya. Saya harap.

(responsif,masih jauh dari selesai, dan karya karya Yasumasa Morimura)

No comments: